
MALUKUINDOMEDIA.COM, Ambon- Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa dalam pernyataan resminya saat di wawancarai di salah media di ambon, mengatakan Maluku dari sisi kemiskinan, untuk triwulan pertama sesuai data BPS ada penurunan di level 16% dan kita sudah berada di posisi 8 Provinsi termiskin di Indonesia.
Berdasarkan data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2025, ada Lima Provinsi termiskin di Indonesia. Maluku masuk dalam urutan ke-2 sesudah NTT, dan disusul Provinsi Gorontalo, Aceh dan Bengkulu.
Dari Lima provinsi, Nusa Tenggara Timur (NTT) ada pada angka kemiskinan yang cukup tinggi mencapai 19,02%, disusul Provinsi Maluku memiliki angka kemiskinan sebesar 15,78%, Gorontalo mencatatkan angka kemiskinan yang cukup tinggi, yaitu 13,87%, Provinsi Aceh saat ini memiliki angka kemiskinan sebesar 12,64%, dan Bengkulu dengan angka kemiskinan mencapai 12,52%.
Pemerhati Kebijkan Publik dan Politik Maluku Darul Kutni Tuhepaly mempertanyakan pernyataan Gubernur tersebut, bahwa soal data kemiskinan harus dijelaskan secara detail.
“Kok, tiba-tiba Maluku menempati urutan kemiskinan kedelapan,” ucapnya
Indikator kemisikinan di maluku, masih tergolong tinggi dan menjauh dari garis kemiskinan, sebaliknya bila kemiskinan di maluku itu akan menurun, maka masyarakat miskin di maluku semakin berkurang.
“Naik turunya angka kemiskinan akan tergantung pada kebijakan pemerintah provinsi maluku. Ini berarti bahwa digerakan secara keinginan yang kuat dari pemerintah daerah,” ujar Tuhepaly.
Selain itu, masalah kemiskinan di maluku itu tergantung pada kondisi ekonomi masyarakat, geografis dan biaya hidup masyarakat di 11 kabupaten kota.
Menurutnya, Kalau kita melihat indikator kemiskinan di maluku yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku untuk mengukur angka kemisikinan secara rasional masih menjadi tanda tanya.
“Mengukur kemiskinan di maluku, harus berpatokan kepada konsumsi masyarakat berupa pangan per setiap rumah tangga, patokan ini perhari masyarakat bisa mengkonsumsi kalori per hari itu tidak bisa di jangkau, apalagi diperhadapkan dengan masalah naiknya harga barang di satu sisi, dan pendapatan masayarakat disisi lain yang cenderung menurun,” tegasnya.
Menurutnya, apa yang menjadi paradoksal, yang terjadi di maluku masalah kemiskinan, realitasnya maluku kaya dengan sumber daya alam, tapi hampir separu penduduk di 11 kabupaten masih menjadi miskin.
Saya ambil contoh di kabupaten di Provinsi Maluku seperti, Seram Bagian Timur (SBT) Maluku Barat Daya (MBD) KKT, Maluku Tenggara, Kepulauan Aru dan Buru Selatan.
“Kalau selama ini, program-program pembangunan yang disalurkan oleh pemerintah daerah kearah pemberantasan kemiskinan dan mendapat persetujuan DPRD Maluku ternyata program itu banyak yang mandek, karena akibat dari orentasi pemerintah daerah kita hanya berfokus kepada proyek,”.
Misalnya, Ketika realitas dari program-program yang sudah terpenuhi selesai lah sudah tugas pemrrintah tak lagi dilihat apakah program-program itu akan bermanfaat bagi penuntasan kemiskinan atau tidak.
Ada beberapa pertanyaan yang biasanya timbul di masyarakat, pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh beberapa dinas terkait, seperti dinas pertanian, dinas perikanan, dinas perdagangan dan industri atau dinas lainya tidak berdampak adanya realisasi nyata dari program itu sendiri di mata masyarakat.
“Apa yang terjadi, program pemerintah daerah ini tidak mapan untuk memberantaskan kemiskinan di maluku, lalu dimana kita lihat perkembangan dan pertumbuhan ekonomi maluku dalam tiap tahun dilaporkannya meningkat,”
Untuk penanganan masalah kemiskinan di maluku, perlu dirancang berdasarkan jangka waktu, misalnya target jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek.
“Yang perlu di dilakukan saat ini di bawah pemerintahan provinsi maluku Gubernur Hendrik Lewerissa jangka waktu pendek dulu, karena masyarakat sekarang pendapatan mereka berada pada titik rendah, artinya untuk makan saja tidak cukup,” Tutupnya. (MIM-1)