
MALUKU INDOMEDIA.COM, Ambon– Langkah Polda Maluku melalui Kabid Humas Kombes Pol Rositah Umasugi, S.I.K yang menyatakan bahwa Wakil Gubernur Maluku, Abdullah Vanath, tidak melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 28 Ayat 2, menuai kritik dari berbagai kalangan. Pernyataan ini dinilai prematur karena disampaikan sebelum adanya keterangan resmi dari saksi ahli.
Pasal 28 ayat 2 UU ITE No. 1 Tahun 2024 secara tegas menyebutkan larangan terhadap setiap pihak yang menyebarkan informasi yang mengandung ujaran kebencian berdasarkan SARA. Dalam hal ini, posisi Abdullah Vanath sebagai pejabat publik memperkuat dampak dari pernyataan yang disampaikannya, yang telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Sejumlah pihak menilai pernyataan kontroversial yang disampaikan Abdullah Vanath bukanlah yang pertama kali. Ungkapan serupa pernah disampaikan pada momen publik sebelumnya, dan kembali memicu kegaduhan sosial. Bahkan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku disebut telah memberikan teguran kepada yang bersangkutan karena isi pernyataan yang dinilai tidak mencerminkan etika pejabat publik.
Tokoh Maluku dan juga mantan Penasihat Pribadi Ketua Umum PBNU Hamid Rahayaan megatakan, merujuk pada kasus serupa, publik mengingat vonis hukum terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang dijatuhi hukuman karena pernyataannya yang dianggap menistakan agama di hadapan publik. Dengan preseden hukum tersebut, masyarakat menuntut agar Polda Maluku tidak berhenti hanya pada kesimpulan internal semata.
“Yang bersangkutan sudah menyampaikan pernyataan yang merendahkan Hukum Tuhan dan Nabi. Ini bukan sekadar opini, tapi sudah menimbulkan keresahan dan potensi gesekan sosial. Polda tidak boleh menutup mata,” ujar Rahayaan.
Desakan terhadap Polda Maluku agar menuntaskan proses hukum ini semakin menguat. Masyarakat berharap proses hukum berjalan adil, transparan, dan tidak tunduk pada tekanan politik atau kepentingan elite tertentu. Sebab, jika tidak ditangani dengan serius, kasus ini dikhawatirkan berdampak buruk pada citra kepolisian dan stabilitas sosial di Maluku.
“Polda Maluku tidak boleh diintervensi siapa pun. Jangan sampai institusi ini kehilangan kepercayaan masyarakat karena dianggap tebang pilih dalam menegakkan hukum,” tegas Hamid.
Saat ini, publik menanti langkah lanjutan dari penyidik Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Maluku untuk menghadirkan saksi ahli dan memproses laporan masyarakat secara tuntas
“Mendistribusi dan Mentransmisi melekat pada jabatan publik dalam hal ini, Wakil Gubernur Maluku Abdullah Vanath, sehingga tidak elok kalau dikatakan tidak memenuhi pasal 28 tentang UU ITE No 1 tahun 2024,” tutupnya. (MIM-MDO)