
MALUKUINDOMEDIA.COM, Ambon- Proses seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Tahap II di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku menuai sorotan. Pasalnya, sejumlah peserta seleksi merasa dirugikan akibat ketidaksesuaian antara informasi formasi jabatan dan hasil akhir seleksi yang diumumkan oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Maluku.
Seleksi PPPK yang digelar pemerintah bertujuan meningkatkan kualitas dan kapasitas aparatur sipil negara melalui proses rekrutmen yang transparan dan adil. Namun, dalam pelaksanaannya di Provinsi Maluku, prinsip keterbukaan dan keadilan justru dipertanyakan.
Permasalahan mencuat saat hasil seleksi tahap II diumumkan. Beberapa peserta yang dinyatakan tidak lulus mempertanyakan alasan formasi jabatan yang sebelumnya telah diisi pada seleksi tahap I kembali dibuka pada tahap II. Lebih parahnya, meski telah melalui seluruh tahapan dan dinyatakan lulus seleksi tahap II, beberapa peserta justru akhirnya tidak diangkat dengan alasan formasi telah terisi sebelumnya.
“Ini menimbulkan pertanyaan besar. Jika formasi sudah terisi pada tahap pertama, mengapa kembali dibuka pada tahap kedua? Dan mengapa peserta yang dinyatakan lulus kemudian tidak diangkat tanpa penjelasan yang transparan?” ujar salah satu peserta yang merasa dirugikan.
BKD sebagai instansi yang bertanggung jawab dalam proses seleksi dinilai belum maksimal dalam menyediakan informasi yang transparan, terutama terkait status formasi dan hasil seleksi. Hal ini memicu dugaan adanya ketidakkonsistenan dalam proses seleksi, bahkan potensi penyalahgunaan wewenang.
Aktivis Maluku, Johanes Tahya, juga angkat bicara. Ia menilai bahwa persoalan ini bukan sekadar masalah administratif, tetapi mencerminkan lemahnya tata kelola pemerintahan yang seharusnya menjunjung tinggi prinsip keterbukaan.
“Ini menyangkut hak warga negara untuk memperoleh kejelasan dan keadilan dalam proses seleksi. Pemerintah tidak boleh bermain-main dengan nasib orang. Jika terbukti ada kekeliruan atau manipulasi, maka BKD harus bertanggung jawab penuh, termasuk memberikan kompensasi kepada peserta yang dirugikan,” tegas Johanes.
Pengamat kebijakan publik di Maluku menyebutkan bahwa peristiwa ini harus menjadi momentum evaluasi total terhadap sistem seleksi PPPK. “Keterbukaan dan transparansi adalah kunci utama untuk menjaga kepercayaan publik. Tanpa itu, keadilan akan sulit terwujud, dan kredibilitas pemerintah daerah akan dipertaruhkan,” ujarnya.
Sejumlah kalangan mendesak agar Pemerintah Provinsi Maluku, melalui BKD, segera melakukan klarifikasi terbuka terkait formasi jabatan yang bermasalah. Selain itu, perlu ada langkah pemulihan terhadap peserta yang dirugikan, termasuk pertimbangan pemberian kompensasi atau ganti rugi secara administratif.
Dengan perbaikan sistem seleksi dan pengawasan yang ketat, diharapkan proses rekrutmen PPPK ke depan dapat benar-benar mencerminkan asas keadilan dan profesionalisme dalam pelayanan publik. (MIM-1)