
MALUKU INDOMEDIA.COM, Ambon– Proses seleksi kepala sekolah yang sedang digelar Pemerintah Provinsi Maluku menuai sorotan tajam dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Ambon.
Melalui Sekretaris Cabang Benny Jermias, GMKI menyampaikan apresiasi sekaligus peringatan keras terhadap tim seleksi agar tidak bermain-main dengan masa depan pendidikan di Maluku.
“Langkah percepatan seleksi memang patut diapresiasi. Tapi ketika prosesnya mulai sarat dengan kejanggalan, kami tidak bisa diam. Kami sudah turun ke lapangan, dan temuan kami serius,” tegas Benny.
Menurutnya, GMKI telah menerima berbagai laporan publik terkait dugaan pelanggaran prosedural. Dari hasil penelusuran internal, ditemukan fakta bahwa sejumlah peserta yang tidak memenuhi syarat justru diloloskan dalam seleksi administrasi.
“Bayangkan, ada calon kepala sekolah yang usianya di atas 55 tahun masih lolos.
Ada yang tak punya jejak pengalaman manajerial di sekolah, tapi tetap masuk. Ini seleksi atau akomodasi kepentingan tertentu?” sindir Benny tajam.
Tak kalah ganjil, lanjut Benny, adalah peserta yang telah mengantongi NUKS (Nomor Unik Kepala Sekolah) justru diwajibkan ikut lagi dalam proses pengulangan tes untuk memperoleh NUKS. Ia mempertanyakan motif di balik langkah ini.
“Pertanyaannya: untuk apa mereka ikut lagi? Apakah panitia sedang mengaburkan fakta agar bisa mengatur hasil? Atau memang tidak tahu siapa yang sudah lolos secara legal?” cetus alumnus Prodi Bahasa Inggris Unpatti ini.
GMKI juga menyoroti adanya kepala sekolah definitif yang hingga kini belum memiliki NUKS. syarat mutlak dalam Permendikdasmen No. 7 Tahun 2025 namun dibiarkan menjabat tanpa ikut seleksi ulang.
“Inilah yang kami sebut proses tebang pilih. Yang tak layak dipertahankan, yang layak malah dipersulit. Kalau ini dibiarkan, seleksi kepala sekolah hanya jadi panggung formalitas untuk bagi-bagi jabatan,” tegasnya.
GMKI mendesak Pj. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Maluku, James Leiwakabessy untuk tidak tinggal diam dan segera mengevaluasi tim seleksi. Transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan pada mutu harus menjadi prinsip utama, bukan kompromi dengan kepentingan.
“Jangan sampai proses ini menjadi alat barter politik atau kompromi birokrasi. Kami mengingatkan, seleksi ini sedang kami pantau. Jangan sampai ada yang mencoba bermain api, karena kami siap bersuara lebih keras,” tutup Benny. (MIM-4)