
MALUKU INDOMEDIA.COM, AMBON– Anggota DPD RI asal Maluku, Nono Sampono, kembali menegaskan urgensi pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Kepulauan. Menurutnya, tanpa payung hukum khusus, delapan provinsi kepulauan di Indonesia akan terus berada dalam kondisi “serba T”: tertinggal, terbelakang, dan termiskin.
Dalam program 30 Minutes with Senator Potensi Maritim Indonesia, Nono menyoroti ketimpangan kebijakan pembangunan nasional yang masih berbasis jumlah penduduk. Pola ini, kata dia, merugikan provinsi kepulauan seperti Maluku, NTT, NTB, Maluku Utara, Riau Kepulauan, dan Bangka Belitung.
“Kalau pola pembangunan kita tetap seperti sekarang, daerah kepulauan akan semakin tertinggal. Politik anggaran berbasis jumlah orang jelas tidak relevan. Bayangkan, anggaran satu provinsi kepulauan sama dengan satu kabupaten di Jawa,” ujar Nono tajam.
Keadilan Anggaran dan Proteksi Hukum
RUU Daerah Kepulauan diyakini sebagai pintu masuk keadilan. Salah satu poin strategisnya adalah alokasi 5% Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah kepulauan. Jika aturan ini disahkan, Maluku bisa menerima tambahan hingga Rp11 triliun, naik signifikan dari angka sebelumnya yang hanya Rp2,8 triliun.
“Transportasi di Maluku tidak bisa disamakan dengan Jawa. Di sana cukup pakai ojek, di sini harus pakai pesawat atau kapal dengan biaya setara ke Jakarta. Jadi kebutuhan infrastrukturnya berbeda. Tidak bisa disamaratakan,” tegas Nono.
Selain anggaran, RUU ini juga mengatur tata kelola kewilayahan, kompensasi sumber daya alam, hingga model pemerintahan yang lebih fleksibel untuk gugus pulau.
Sebagai senator, Nono menegaskan DPD RI hadir sebagai representasi daerah, bukan untuk bersaing dengan DPR. DPD, kata dia, memperjuangkan kepentingan daerah di tingkat nasional dan bahkan internasional.
“DPD juga berjuang membuka pasar luar negeri untuk hasil bumi dari daerah kepulauan. Jadi, perjuangan kita bukan hanya nasional, tapi juga global,” paparnya.
Harapan untuk Masa Depan
Nono mengingatkan pentingnya menjaga persatuan bangsa pasca dinamika politik nasional. Ia menegaskan bahwa pembangunan tidak boleh timpang, agar tidak ada daerah yang maju sementara daerah lain tertinggal.
“Indonesia ini negara maritim terbesar di dunia, sekaligus poros maritim dunia. Karena itu, sektor maritim harus jadi unggulan. Jangan biarkan daerah kepulauan terus jadi serba T,” pungkasnya. (MIM-MDO)