
MALUKU INDOMEDIA.COM, AMBON- Kebebasan pers di Maluku kembali diuji. Polemik antara organisasi kemasyarakatan dan insan media memanas setelah Depidar SOKSI Maluku resmi melaporkan Pemimpin Redaksi Maluku Indomedia.com, Lutfi Helut, ke Polresta Pulau Ambon dan Pulau Lease atas dugaan pencemaran nama baik melalui media elektronik.
Meski demikian, Lutfi Helut menegaskan siap mempertanggungjawabkan seluruh pemberitaan yang telah dimuat.
“Prinsipnya kami siap jika dipanggil aparat penegak hukum untuk mempertanggungjawabkan. Semua berita kami berbasis fakta lapangan, perkembangan kasus, dan tetap membuka ruang hak jawab sesuai Undang-Undang Pers,” tegas Lutfi Helut.
Kasus ini bermula saat Maluku Indomedia.com menurunkan klarifikasi dari pihak SOKSI terkait Inggrit Ferdinandus, yang disebut bukan lagi pengurus SOKSI. Namun klarifikasi tersebut tidak disertai bukti resmi berupa SK pemberhentian sebagai Wakil Ketua SOKSI.
Belakangan, Inggrit kembali dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan kasus serupa yang pernah mencuat di Ambon. Fakta ini kemudian diberitakan kembali oleh Maluku Indomedia.com, memunculkan pertanyaan publik terkait status Inggrit di tubuh Depinas SOKSI.
Tak berhenti di situ, sejumlah oknum SOKSI juga meminta media menghentikan pemberitaan tentang organisasi tersebut, dan hal itu pun tetap dimuat oleh redaksi sebagai bagian dari transparansi informasi.
Kuasa hukum SOKSI, Joe Syaranaamual, menilai pemberitaan Maluku Indomedia telah merugikan organisasi dengan menyeret nama SOKSI ke dalam kasus pribadi seseorang. Laporan ini diajukan dengan dasar Pasal 27A KUHP (UU Nomor 1 Tahun 2024) junto Pasal 45 ayat (4) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Namun langkah ini menimbulkan tanda tanya besar: apakah upaya hukum ini bentuk perlindungan nama baik organisasi, atau justru pintu masuk kriminalisasi terhadap jurnalis?
Dalam konteks hukum pers, UU Nomor 40 Tahun 1999 dengan tegas menyebut bahwa sengketa pemberitaan harusnya diselesaikan melalui Dewan Pers, bukan jalur pidana semata. Jika jalur pidana terus digunakan, maka ruang kritis pers di Maluku dikhawatirkan makin sempit.
Kasus ini kembali menegaskan rapuhnya garis batas antara kebebasan pers dan penggunaan hukum pidana sebagai “alat tekanan” terhadap media.
Di satu sisi, organisasi tentu berhak membela nama baiknya. Namun di sisi lain, publik juga berhak mendapatkan informasi yang utuh. Sengketa pemberitaan seharusnya menjadi ranah etik Dewan Pers, bukan kriminalisasi jurnalis.
Independensi pers lokal kini berada di ujung tanduk. Apakah kasus ini akan menjadi preseden buruk yang membungkam media, atau momentum mempertegas posisi Dewan Pers sebagai benteng kebebasan pers?
Redaksi Maluku Indomedia.com menegaskan akan tetap berdiri pada prinsip tajam, aktual, terpercaya, dan menggigit. “Kami tidak menghakimi, hanya menyajikan fakta perkembangan kasus yang relevan dengan kepentingan publik,” tandas Lutfi.
Sebagai institusi pers, Maluku Indomedia.com tidak akan mundur selangkah pun dari tekanan dan intimidasi. Kami percaya bahwa kebenaran hanya bisa dibungkam sementara, tetapi pada akhirnya akan menemukan jalannya sendiri.
Kami teguh pada prinsip jurnalisme independen: berpihak pada fakta, menyuarakan kepentingan publik, dan menjaga akuntabilitas demokrasi. Laporan polisi bukan alasan untuk mematikan suara pers, justru menjadi pengingat bahwa media harus tetap berani, konsisten, dan menggigit. (MIM-MDO)