
MALUKU INDOMEDIA. JAKARTA– Persetujuan Presiden Prabowo Subianto atas pembentukan Komisi Reformasi Kepolisian dinilai sebagai langkah maju dalam mengakselerasi transformasi Polri dan mengembalikan profesionalitas sektor keamanan Indonesia. SETARA Institute menegaskan, momentum ini tidak hanya sebatas perbaikan internal Polri, melainkan juga menjadi pintu masuk bagi penuntasan agenda reformasi TNI.
Direktur riset SETARA Institute, Ikhsan Yosarie, menyebut langkah ini menjawab tuntutan publik terhadap profesionalisme dan humanisme aparat. “Transformasi Polri adalah prasyarat bagi penguatan demokrasi Indonesia, penghormatan HAM, dan tegaknya negara hukum. Agenda ini satu tarikan nafas dengan reformasi TNI,” tegas Ikhsan, Minggu (14/9).
Kultur Kekerasan dan Impunitas
SETARA menyoroti insiden represivitas aparat dalam mengawal demonstrasi pada akhir Agustus lalu sebagai bukti bahwa kultur kekerasan dan praktik impunitas masih mengakar. Fenomena ini melahirkan ketidakpercayaan publik yang tercermin dalam tagar populer #percumalaporpolisi, #satuharisatuoknum, hingga #noviralnojustice.
“Jika tidak dibenahi secara sistemik, Polri akan terus kehilangan legitimasi. Padahal publik membutuhkan institusi keamanan yang humanis, transparan, dan demokratis,” ujar Merisa Dwi Juanita, peneliti SETARA.
130 Masalah Kronis di Tubuh Polri
Dalam studi komprehensif “Transformasi Polri” (2024), SETARA mendeteksi 130 masalah aktual yang kemudian dipetakan menjadi 12 tema besar. Mulai dari lemahnya pengawasan internal, akuntabilitas penegakan hukum, penyalahgunaan senjata api, hingga tata kelola pendidikan kepolisian yang mandek.
Survei terhadap 167 ahli menunjukkan mayoritas menilai kinerja Polri buruk:
61,6% menilai kepercayaan publik terhadap Polri rendah,
49,7% menilai peran Polri menjaga demokrasi berjalan buruk,
58,7% menilai integritas Polri dalam penegakan hukum bermasalah.
Untuk menjawab persoalan tersebut, SETARA menyodorkan desain transformasi dengan empat pilar utama:
1. Polri Demokratis-Humanis: menjunjung HAM, pengawasan partisipatif, dan inklusif gender.
2. Polri Berintegritas-Antikorupsi: penegakan hukum berkeadilan, bebas KKN, independensi institusi.
3. Polri Proaktif-Modern: profesional, transparan, akuntabel, serta responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
4. Polri Presisi-Transformatif: SDM unggul, pendidikan berkualitas, dan sinergi lintas sektor.
Dari empat pilar ini, SETARA merinci 12 agenda transformasi, diturunkan lagi menjadi 24 strategi dan 50 detail aksi yang dapat diakses publik melalui laman resmi lembaga tersebut.
Reformasi Polri & TNI: Agenda Kembar
SETARA menekankan, penguatan Polri tidak boleh dipisahkan dari agenda reformasi TNI. Reformasi Polri memastikan keamanan domestik dikelola institusi sipil yang demokratis, sedangkan reformasi TNI menuntut kembalinya militer pada mandat konstitusional di bidang pertahanan.
“Presiden Prabowo mesti serius menuntaskan larangan bisnis militer, merevisi UU Peradilan Militer, hingga memastikan supremasi sipil berjalan penuh. Reformasi Polri dan TNI adalah agenda kembar demi demokrasi yang sehat,” tegas Azeem Marhendra Amedi, peneliti hukum dan konstitusi SETARA.
Catatan Tajam
Transformasi Polri bukan semata kosmetik kelembagaan, melainkan penentu arah demokrasi Indonesia. Polri yang represif hanya akan menggerus legitimasi negara hukum, sementara Polri yang humanis bisa menjadi katalis menuju Indonesia Emas 2045.
Momentum reformasi ini akan diuji pada keberanian politik Presiden menuntaskan agenda reformasi sektor keamanan secara menyeluruh. Jika tidak, publik akan terus terjebak dalam lingkaran “satu hari, satu oknum” yang menjadi potret buram wajah kepolisian hari ini. (MIM-MDO)