
MALUKU INDOMEDIA.COM, Ambon– Polemik pencopotan Jenderal Martinus Hukom dari jabatannya di Mabes Polri kembali mengemuka. Di tengah hiruk-pikuk politik nasional, nama putra terbaik Maluku ini justru diguncang oleh isu dan tuduhan yang belakangan dinilai sebagai pembunuhan karakter.
Ketua Yayasan Pusat Konsultasi dan Lembaga Bantuan Hukum Hunimua (YPK LBH Hunimua), Ali Rumauw, dengan lantang menyuarakan sikap kritis. Ia menilai pencopotan Martinus Hukum bukan sekadar pergantian jabatan biasa, melainkan langkah yang menyisakan aroma diskriminasi dan politik kepentingan.
“Martinus Hukom adalah aset bangsa dan kebanggaan wilayah Timur Indonesia. Pencopotannya dengan tuduhan dan fitnah merupakan preseden buruk bagi demokrasi dan supremasi hukum,” ujar Rumauw, Senin (2/9/2025).
Putra Maluku yang Dipinggirkan?
Bagi masyarakat Maluku, nama Martinus Hukom bukanlah sosok asing. Ia dikenal sebagai figur polisi tegas, bersih, dan berintegritas tinggi. Karier panjangnya di tubuh Polri bukan hanya mengangkat nama Maluku, tetapi juga menegaskan bahwa anak bangsa dari Timur mampu mengambil peran strategis di tingkat nasional.
Namun, pencopotan mendadak dengan narasi yang kabur justru menimbulkan kesan “anak tiri bangsa”. Tokoh-tokoh lokal di Maluku memandang langkah tersebut sebagai bagian dari pola lama: minimnya ruang bagi putra daerah Timur untuk berada di lingkaran inti kekuasaan negara.
“Setiap kali ada putra Maluku yang menonjol, selalu saja ada upaya menyingkirkan. Seakan-akan ada tembok tak kasatmata yang ingin menahan mereka,” tambah Rumauw.
Yang paling mengusik publik adalah adanya tuduhan-tuduhan yang diarahkan kepada Martinus Hukom. Namun hingga kini, tak satu pun bukti konkret dihadirkan ke publik.
Rumauw menilai ini adalah bentuk pembunuhan karakter sistematis. Dengan melempar isu, lalu menjadikan alasan pencopotan, tanpa transparansi, negara justru sedang mencederai kepercayaan rakyat terhadap institusi hukum.
“Kalau benar ada pelanggaran, buktikan secara hukum. Jangan dengan opini dan fitnah. Itu merusak bukan hanya nama pribadi Martinus Hukom, tapi juga marwah masyarakat Maluku,” tegas Rumauw.
Pencopotan ini tidak bisa dilepaskan dari dampak psikologis dan politis. Masyarakat Maluku merasa kecewa, bahkan sebagian marah, melihat bagaimana tokoh mereka “dikorbankan”.
Di ruang publik, diskusi soal ketidakadilan terhadap wilayah Timur kembali menyeruak. Pencopotan Martinus Hukom disebut-sebut sebagai contoh nyata bagaimana distribusi kekuasaan di negeri ini masih timpang.
“Kalau tokoh sebesar Martinus Hukom saja bisa difitnah dan dijatuhkan, bagaimana dengan rakyat kecil? Ini bukan hanya kasus personal, tapi alarm keras bahwa ada yang salah dalam sistem kita,” ujar salah satu akademisi di Ambon yang enggan disebutkan namanya.
Reaksi publik di Maluku makin menguat. Tokoh adat, pemuda, dan organisasi masyarakat mulai menyuarakan dukungan moral. Mereka menuntut kejelasan, sekaligus meminta pemerintah pusat tidak menutup mata.
“Bangsa ini besar karena keberagaman. Jangan sampai ada kesan diskriminasi yang melukai rasa keadilan masyarakat Timur. Maluku tidak butuh belas kasihan, tapi butuh keadilan,” tandas Rumauw.
Menurutnya, masyarakat Maluku akan terus mengawal kasus ini. “Kami tidak ingin sejarah kelam terulang. Maluku punya banyak aset bangsa, dan Martinus Hukom salah satunya. Jangan diperlakukan seolah kami hanya penonton di panggung besar republik,” pungkasnya.
Profil & Karier Singkat Jenderal (Purn) Martinus Hukom
Asal Daerah: Maluku
Latar Belakang: Putra terbaik Maluku yang dikenal berintegritas, tegas, dan bersih.
Karier di Kepolisian:
Meniti karier dari bawah dengan reputasi sebagai perwira disiplin.
Pernah menjabat sebagai Kepala BNN, sukses menguatkan program pemberantasan narkotika.
Menduduki posisi strategis di Mabes Polri, ikut mendorong reformasi internal kepolisian.
Figur polisi visioner yang mengedepankan transparansi. Simbol kebanggaan masyarakat Maluku di tingkat nasional.
Dicopot dari jabatan strategis di Mabes Polri dengan alasan yang menuai kontroversi.
Mendapat dukungan luas dari masyarakat Maluku yang menilai pencopotannya sarat kepentingan politik. (MIM-MDO)