
MALUKU INDOMEDIA.COM, Jakarta– “Fitnah Terhadap Komjen Marthinus Hukom Terbukti HOAX“.
Kepolisian Republik Indonesia akhirnya buka suara soal dugaan keterlibatan pengusaha migas kontroversial Riza Chalid dalam kerusuhan aksi demo yang meluas di sejumlah daerah Indonesia. Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menegaskan, Polri bekerja secara profesional, berbasis fakta, bukti, dan temuan lapangan.
“Kami tidak akan terpengaruh spekulasi. Semua langkah penyelidikan dilakukan dengan hati-hati, transparan, dan akuntabel. Jika ada bukti, siapapun yang terlibat pasti diproses hukum,” ujar Kapolri di Jakarta.
Nama Lama dalam Pusaran Kontroversi
Riza Chalid bukan nama asing bagi publik. Ia pernah dijuluki sebagai “mafia migas”, dengan jejaring bisnis yang menembus lingkaran politik tingkat tinggi. Namanya mencuat pada kasus “Papa Minta Saham” di era pemerintahan sebelumnya, dan kini kembali diperbincangkan setelah tiga menteri kabinet, yakni:
Menko Pangan Zulkifli Hasan, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Abdul Kadir Karding,
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, secara terbuka menyebut keterkaitan Riza dalam kerusuhan yang diduga tidak murni, melainkan sarat kepentingan ekonomi dan politik.
Ketiganya menilai, aktor lama yang bermain di balik gejolak sosial harus segera diungkap agar negara tidak terus-menerus dijadikan arena transaksi oligarki.
Fitnah terhadap Marthinus Hukom Terbukti HOAX
Di tengah isu Riza Chalid, nama Komjen Pol. Marthinus Hukom sempat diseret ke pusaran tuduhan. Mantan Kepala BNN RI itu difitnah terlibat dalam skenario kerusuhan. Namun, Polri menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak memiliki dasar hukum dan merupakan informasi palsu yang disebarkan untuk merusak reputasi.
Maluku Indomedia menilai, serangan fitnah terhadap Marthinus tidak lepas dari rekam jejaknya sebagai jenderal yang dikenal bersih, keras terhadap jaringan narkotika, dan tegas pada oligarki. Tidak heran jika sejumlah pihak yang merasa terancam mencoba menjatuhkannya dengan isu hoax.
Kini, sorotan publik mengarah ke komitmen Polri. Apakah institusi ini benar-benar berani menindak aktor besar seperti Riza Chalid, atau justru kembali terjebak pada pola klasik: menyasar pelaku lapangan tapi membiarkan otak intelektual bebas berkeliaran.
Kasus ini bukan hanya soal kerusuhan, tetapi juga tentang kredibilitas negara dalam menghadapi oligarki ekonomi-politik yang selama ini kerap menunggangi keresahan rakyat untuk kepentingan kelompok tertentu.
“Kalau Polri berani membongkar sampai ke akar, maka ini momentum besar membersihkan negeri dari mafia lama yang terus menghantui republik,” tulis analis kepada Maluku Indomedia.
Masyarakat kini menanti langkah konkret: penyelidikan yang tegas, transparan, dan tidak pandang bulu. Sebab, kegagalan mengungkap aktor utama hanya akan memperpanjang daftar panjang impunitas elit, sekaligus melemahkan kepercayaan publik pada institusi hukum.
Iniilah momentum emas bagi Polri untuk menunjukkan diri sebagai institusi modern, profesional, dan berani menghadapi oligarki.
Jika tidak, sejarah hanya akan mencatat kerusuhan ini sebagai satu lagi babak kelam di mana rakyat kembali dijadikan pion, sementara aktor besar tetap tertawa di balik panggung. (MIM-MDO)