
MALUKUINDOMEDIA.COM– Seram Barat- Konflik lahan antara warga dan perusahaan perkebunan pisang abaka di Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), kian menegangkan. Meski sudah berlangsung selama hampir lima tahun, berbagai upaya penyelesaian yang dilakukan tak kunjung membuahkan hasil.
Pagi tadi, Selasa (8/7/2025) sekitar pukul 10.00 WIT, perusahaan kembali melakukan aktivitas penggusuran paksa dengan alat berat di kawasan kebun milik warga, tepatnya di Kampung Pelita Jaya, Resettlement, dan Pulau Osi. Aktivitas ini dilakukan dengan pengawalan oknum kepolisian bersenjata lengkap, yang justru membuat masyarakat merasa terintimidasi di tanahnya sendiri.
“Kami sudah koordinasi terus-menerus dengan Pemda, sudah RDP dengan DPRD Kabupaten, bahkan sampai ke DPRD Provinsi. Tapi hasilnya nihil. Perusahaan tetap bersikeras rampas lahan kami. Ini ada apa sebenarnya? Siapa yang bertanggung jawab di daerah ini?” tegas Taufik Latukau, warga Kampung Pelita Jaya yang menjadi perwakilan suara masyarakat.
Taufik menyampaikan bahwa masyarakat tidak menolak pembangunan, tetapi menolak ketidakadilan dan perampasan hak. Menurutnya, semua jalur hukum, dialog, dan kelembagaan sudah ditempuh. Namun pihak perusahaan tetap bergerak seolah-olah kebal hukum.
“Tadi pagi, alat berat masuk lagi. Diiringi aparat. Digusur paksa tanah kami. Ada apa dengan Pemda SBB? Ada apa dengan Kodim? Ada apa dengan Polres SBB? Kenapa kalian diam atau malah ikut membekingi?” serunya dengan nada getir.
“Kami ini bukan preman. Kami warga negara yang berjuang di atas tanah sendiri. Tapi kami diperlakukan seperti musuh negara. Miris! Daerah ini mau dibawa ke mana?” tambahnya.
Warga Tuntut Kejelasan dan Perlindungan Hukum
Masyarakat mendesak agar Pemkab SBB, DPRD, Kodim, dan Polres SBB segera memberi klarifikasi dan mengambil sikap tegas terhadap pelanggaran yang terus terjadi di lapangan. Mereka juga meminta agar seluruh aktivitas perusahaan dihentikan secara permanen hingga ada kesepakatan adil dan tertulis berdasarkan hukum dan adat.
“Jangan sampai kepercayaan rakyat habis. Kami sudah cukup sabar. Kami mau keadilan ditegakan, bukan ditunda atau ditutup-tutupi,” pungkas Taufik. (MIM-2)