
MALUKU INDOMEDIA.COM, Ambon– Menanggapi pernyataan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku, tokoh Maluku dan mantan penasehat pribadi Ketua Umum PBNU, Hamid Rahayaan, memberikan tanggapan tegas. Ia menyebut bahwa pernyataan MUI memperjelas bahwa Abdullah Vanath telah berbohong kepada rakyat maluku, seolah-olah mendapat restu dari para ulama dan ustaz dalam upaya melegalkan minuman keras tradisional sopi.
Menurutnya, sudah bagus tapi belum sempurna sebagai benteng penjaga kemurnian ajaran Islam untuk itu di himbau kepada MUI Maluku untuk mengeluarkan Fatwah terkait dengan penghinaan terhadap Hukum Tuhan yang di nistakan oleh Saudara Abdulah Vanath dan memanggil Saudara Abdulah Vanath sebagai seorang yang katanya Islam untuk mempertanggung jawabkan omongannya yang mengskriditkan Hukum ALLAH yang saat ini menjadi perhatian seluruh Umat Islam.
“Dari pernyataan MUI Maluku itu menunjukkan bahwa ini pemimpin pembohong. Seorang pembohong, pendusta, tidak dapat dijadikan seorang pemimpin,” tegas Hamid.
Ia menilai bahwa MUI maupun umat Islam wajib menempuh jalur hukum, dan menyandingkan kasus ini dengan peristiwa hukum yang melibatkan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
“Kalau Ahok bisa didorong MUI untuk dihukum karena ucapan keagamaan, maka Vanath juga harus diproses. Jangan ada diskriminasi. Sekalipun minta maaf, proses hukum tetap harus berjalan,” ujarnya.
Hamid juga menyerukan agar umat Nasrani turut bersuara, karena pernyataan Wakil Gubernur juga dianggap melecehkan nilai-nilai keimanan dan ajaran agama secara umum.
“Jangan berpikir karena Vanath Muslim, lalu umat Islam akan membela. Itu keliru. Umat Islam itu rasional dan toleran. Jangan dibiarkan orang seperti ini melecehkan semua agama,” lanjutnya.
Ia juga mengingatkan bahwa pernyataan Wakil Gubernur bukan yang pertama. Sebelumnya, saat bulan Ramadan, Vanath juga pernah melontarkan komentar yang dianggap melecehkan umat Islam, yakni soal konsumsi makanan dan pembelian pakaian saat Lebaran.
Hamid mendesak Gubernur Maluku untuk segera menegur secara terbuka bawahannya itu dan menyatakan bahwa pernyataan Wakil Gubernur adalah sikap pribadi, bukan representasi pemerintah daerah.
“Masalah ini tidak bisa dianggap selesai dengan permintaan maaf. Sudah berulang kali terjadi. Ini pemimpin yang menghina rakyatnya dan tidak layak dipertahankan,” tutupnya. (MIM-2)