
MALUKU INDOMEDIA.COM, Jakarta– Proses hukum terhadap Wakil Gubernur Maluku terus bergulir. Hamid Rahayaan, mantan penasehat Ketua Umum PBNU, mengungkapkan bahwa dirinya bersama tim telah menyambangi MUI Pusat di Jakarta untuk mengajukan permohonan fatwa terkait pernyataan kontroversial Wakil Gubernur Maluku, H. Abdullah Vanath, yang dinilai mencederai umat Islam, umat Nasrani, dan etnis Buton.
“Kami sudah lengkapi semua persyaratan; mulai dari bukti video, surat pernyataan MUI Provinsi Maluku, serta pernyataan sikap dari masyarakat Maluku, ormas, OKP, dan lainnya. Semua sudah diterima dan saat ini sedang dalam proses di MUI Pusat,” ujar Rahayaan, Jumat (1/8/2025).
Dalam pertemuan tersebut, Rahayaan juga berdiskusi langsung dengan Wakil Sekjen MUI, KH. Abdul Manan, dan beberapa pimpinan lainnya. Mereka pun, lanjut Rahayaan, terkejut setelah melihat isi video yang memperlihatkan gaya komunikasi Abdullah Vanath yang dinilai tidak pantas diucapkan oleh seorang pejabat publik.
“Fatwa MUI sangat penting sebagai dasar untuk proses hukum di Mabes Polri. Karena tugas MUI adalah melayani permintaan umat Islam dalam menghadapi persoalan yang merugikan Islam. Proses fatwa ini sedang dibahas dalam Komisi Fatwa,” jelasnya.
Lebih lanjut, Rahayaan menyoroti pentingnya permintaan maaf secara terbuka kepada umat Nasrani yang juga ikut tersinggung atas pernyataan Wakil Gubernur tersebut.
“Kenapa hanya minta maaf ke umat Islam? Umat Nasrani juga punya keyakinan yang selama ini mereka jalani, mereka juga ciptaan Tuhan. Jangan sampai terjadi diskriminasi yang memicu kecemburuan antarumat beragama,” tegasnya.
Tak hanya itu, Rahayaan juga menyesalkan pernyataan Abdullah Vanath yang mengaitkan sopi dan alkohol dengan etnis Buton. Menurutnya, ini sangat tidak etis dan mencederai sejarah serta kontribusi besar masyarakat Buton dalam membangun peradaban Islam di Maluku.
“Tokoh seperti Kyai Ashari asal Buton dulu punya peran besar dalam syiar Islam di Maluku. Lalu sekarang Buton direndahkan hanya karena satu istilah ‘Laopi’? Ini menyakitkan. Etnis Buton juga ciptaan Tuhan yang harus dihormati,” tandas Rahayaan.
Ia menilai pernyataan-pernyataan Abdullah Vanath tidak mencerminkan sosok seorang tokoh Muslim. “Tokoh Muslim itu seharusnya menjadi teladan, bukan mencela agama atau etnis. Saya malu jika beliau mengklaim dirinya tokoh Islam Maluku,” tegasnya.
Terakhir, Rahayaan menegaskan pentingnya pemimpin yang mampu menjaga keberagaman dan keharmonisan di Maluku. “Jangan sampai pernyataan pribadi menjadi sumber perpecahan. Kita ingin membangun Maluku dalam suasana damai dan saling menghargai,” tutupnya. (MIM-2)