
MALUKU INDOMEDIA.COM, SAUMLAKI– Polemik keterlibatan Bernadus Turlel dalam pendampingan desa di Kepulauan Tanimbar semakin memanas. Meski telah resmi di-PHK sebagai Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) oleh Kementerian Desa PDTT pada 2022, namanya justru kembali tercantum dalam SK Bupati Tanimbar Nomor 1727 Tahun 2025.
Ironisnya, Bernadus kini kembali aktif dalam kegiatan resmi, termasuk evaluasi APBDes Perubahan di sejumlah desa. Fakta ini membuat publik geram: bagaimana mungkin seseorang yang sudah dipecat karena pelanggaran serius, masih diberi ruang dalam proses vital yang menyangkut pengelolaan keuangan desa?
Banyak pihak menilai kehadiran Bernadus kembali adalah bentuk pelecehan terhadap aturan dan merusak komitmen pemberdayaan desa.
“Ini preseden buruk. Orang yang sudah dipecat karena rangkap kepentingan, sekarang malah ikut campur dalam evaluasi APBDes. Bagaimana publik bisa percaya pada integritas pendampingan desa?” tegas salah satu tokoh masyarakat Tanimbar.
Saat masih berstatus TAPM, Bernadus diduga merangkap sebagai suplayer barang/jasa. Dugaan rangkap kepentingan inilah yang membuatnya dipecat. Kini, dengan posisinya kembali bisa memengaruhi proses evaluasi APBDes, publik khawatir praktik lama akan berulang.
Keterlibatan Bernadus juga membuka ruang kritik terhadap lemahnya pengawasan dari Pemda Tanimbar maupun TAPM Provinsi Maluku.
“Kalau orang yang sudah dipecat masih bisa berkegiatan resmi, itu artinya ada pembiaran. Ini harus diselidiki lebih jauh,” ungkap seorang aktivis pemerhati kebijakan desa di Ambon.
Ada Apa dengan Pemda Tanimbar?
Pertanyaan publik makin keras: ada apa sebenarnya di balik dibiarkannya Bernadus tetap berproses?
Media lokal dan masyarakat sudah berulang kali menyoroti kasus ini, tetapi Pemda Tanimbar justru bungkam. Diamnya pemerintah daerah menimbulkan dugaan adanya orang-orang tertentu di belakang Bernadus, yang sengaja melindungi kepentingannya dalam skema pendampingan desa.
Kasus Bernadus bukan sekadar soal nama dalam SK Bupati. Ini adalah ujian integritas bagi Pemda Tanimbar, TAPM Provinsi Maluku, hingga Kementerian Desa PDTT. Apakah aturan ditegakkan, atau kepentingan kelompok tertentu kembali dibiarkan merusak kepercayaan publik?
Jika tidak ada langkah tegas, keterlibatan Bernadus bisa menjadi simbol kegagalan sistem pengawasan pendampingan desa di Maluku – dan akan terus mencoreng wajah pemerintah daerah di mata rakyatnya sendiri. (MIM-MDO)