
MALUKU INDOMEDIA.COM, AMBON– Nusa Tenggara Timur (NTT) menanjak ke peringkat 9 nasional dengan pertumbuhan ekonomi 5,44%. Sementara itu, Maluku tertatih di posisi 33 dari 38 provinsi dengan angka hanya 3,39%. Data Badan Pusat Statistik (BPS) triwulan II-2025 ini menampar keras wajah pemerintah daerah: Maluku stagnan, padahal pariwisatanya jauh lebih kaya dari NTT.
Potensi Besar, Program Mandek
Pulau Banda dengan sejarah dunia, laut bening Kei di Maluku Tenggara, gugusan eksotis Kepulauan Tanimbar, kekayaan bahari Seram Utara, hingga wisata agro di berbagai kabupaten—semua itu seharusnya bisa menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi. Namun faktanya, investasi di sektor pariwisata mandek, program hanya sebatas proyek, promosi nyaris tidak ada, dan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) tak berkembang.
“Investasi di sektor pariwisata mandek. Pemerintah daerah tidak punya program nyata untuk mengangkat pariwisata sebagai mesin pertumbuhan. Kalau begini terus, Maluku hanya jadi penonton di tanah sendiri,” kritik pemerhati kebijakan publik dan politik Maluku, Darul Kutni Tuhupaly, di Ambon.
Retorika Tanpa Hasil
Menurutnya, kondisi ini menjadi alarm keras bagi Gubernur dan pemerintah provinsi. Sektor pariwisata yang seharusnya dominan justru dibiarkan jalan di tempat. “Kalau cuma beretorika lalu janji-janji program, kapan rakyat bisa menikmati hasilnya? Pertumbuhan ekonomi tidak bisa ditunda, rakyat butuh bukti nyata, bukan kata-kata,” tegasnya.
Ia menilai, satu tahun kepemimpinan seharusnya cukup untuk menghasilkan terobosan pariwisata yang langsung bisa dirasakan masyarakat dari 11 kabupaten/kota. Namun yang terjadi, kontribusi sektor pariwisata terhadap PAD nyaris tidak bergerak.
Maluku Harus Berani Berubah
Kuncinya adalah kemauan politik dan kerja nyata. Pemerintah harus membuka ruang investasi swasta, melibatkan pelaku usaha, dan menjadikan pariwisata sebagai lokomotif utama perekonomian. Wisata alam, wisata sejarah, hingga wisata agro Maluku memiliki daya jual tinggi di pasar nasional maupun internasional—asal dikelola dengan visi jangka panjang, bukan sekadar proyek instan.
“Kalau pemerintah serius, Maluku bisa keluar dari ketertinggalan. Tapi kalau hanya beretorika, kita akan terus berada di papan bawah, sementara provinsi lain berlari meninggalkan kita,” tutup Tuhupaly.
Data sudah bicara. Kini saatnya pemerintah Maluku berhenti mencari alasan, dan mulai bekerja nyata. (MIM-MDO)