
SIDANG Sinode GPM ke-39 saat ini akan berlangsung di tengah tatanan dunia yang sedang berubah. Sering dikatakan, bahwa pada saat ini dunia sedang mengalami disrupsi ekonomi politik dan menjadi multi polar.
Sedikit memandang ke belakang pada sejarah dunia, jika pada pasca Perang Dunia II, dunia mengalami bipolar politik melalui persaingan antara blok Barat (Amerika Serikat) dan blok Timur (Uni Sovyet), kemudian setelah bubarnya Uni Sovyet dan jatuhnya Tembok Berlin dunia mengalami unipolarisme Amerika Serikat, namun dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan maka negara-negara Asia telah mampu muncul menjadi kutub baru ekonomi politik yaitu China dan India, sementara Indonesia juga diramalkan akan menjadi kekuatan baru. Jika di masa tahun 1990an ekonomi dan perdagangan berpusat pada WTO (World Trade Organisation atau Organisasi Perdagangan Dunia), maka saat ini negara-negara kekuatan ekonomi baru termasuk Indonesia berkumpul dalam kerjasama BRICS dimana Brasil, Rusia, India, China, South Africa dan Indonesia bekerjasama membangun kebangkitan negara menengah menjadi negara maju. Dunia pun menjadi multipolar.
Politik luar negeri Indonesia dengan adanya “doktrin Prabowo” yang mendorong perdamaian di Timur Tengah, memberi ruang bagi pengalaman Maluku dalam persaudaraan “Salam-Sarane” menjadi laboratorium perdamaian dunia.
GPM adalah gereja yang sangat berpengalaman melalui berbagai tantangan sejarah (Pra Perang Dunia II, melintasi Perang Dunia, masa pra kemerdekaan 1945, masa pasca kemerdekaan 1945, masa Orde Baru, masa Orde Reformasi, pemulihan pasca kerusuhan, dan masa modernisasi Indonesia). Dalam berbagai episode sejarah, GPM mampu untuk memperkuat dan meningkatkan kualitas pelayanannya dan partisipasi sosial, khususnya membangun persaudaraan Salam-Sarane di Maluku.
Sebagai lembaga keagamaan Sinode GPM akan selalu bekerja dalam segi tiga gereja, masyarakat, dan negara. Dalam ketiga konteks ini aspek ideologi, politik, sosial politik dan kebudayaan serta pertahanan keamanan akan selalu dinamis dan mempengaruhi tiga tungku tersebut.
Oleh: Theofransus Litaay, SH, LLM, Ph.D
(Anak baptis dan Warga sidi GPM)
Jika pada empat tahun yang lalu dunia mengalami pendadakan melalui Pandemi COVID19, maka setelah pandemi dunia masih dipengaruhi oleh konflik bersenjata yang berkelanjutan antara lain berupa perang dagang AS-China (kemudian menjadi AS versus Dunia melalui kebijakan tarif Trump), perang Rusia dan Ukraina, perang Israel dan Hamas di Palestina (berkembang menjadi Israel versus Iran). Kondisi tersebut menimbulkan dampak negatif terhadap rantai pasok global yang melemahkan dan menimbulkan krisis ekonomi di berbagai negara.
Bagi Indonesia, sebagaimana disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, bahwa perdamaian dunia menjadi fokus politik luar negeri Indonesia. Indonesia bergelut dengan berbagai isu ekonomi termasuk ketahanan pangan, perubahan iklim, energi terbarukan, dan lainnya yang membutuhkan dukungan dari dalam dan luar negeri. Persoalan seperti perubahan iklim dan ketahanan pangan sangat terkait dengan kehidupan di Maluku.
Jika keberadaan Provinsi Maluku diperhitungkan sebagai salah satu bagian dari Pasifik, maka GPM menjadi salah satu gereja terbesar di wilayah Pasifik. Bagaimana posisi GPM sebagai salah satu gereja terbesar di wilayah Pasifik terhadap perubahan geopolitik yang ikut mempengaruhi wilayah Indo-Pasifik dan Maluku di dalamnya? Semakin dekatnya hubungan kerjasama Indonesia dengan negara-negara di kawasan Pasifik membuka peluang bagi kerjasama Provinsi Maluku dan Sinode GPM dengan berbagai kerjasama oikumene antar gereja-gereja di berbagai negara pulau di kawasan Pasifik. GPM hadir memberikan inspirasi bagi Maluku, Indonesia, dan Pasifik.
Kita hidup bersama lintas iman, lintas agama, lintas suku dan tradisi, dalam wilayah yang semakin memiliki saling ketergantungan. Oleh karena itu perlu dikembangkan program-program kerja Sinode GPM yang tidak saja memandang ke Eropa, tetapi juga memandang ke Pasifik. Sudah saatnya GPM menoleh ke Pasifik sebagai wilayah terdekat. Dalam konteks ini dibutuhkan “Teologi Maritim” atau “Teologi Pasifik”. GPM sudah maju dalam teologi perdamaian, perlu dibagikan kepada wilayah lainnya bersama-sama dengan basudara Muslim Maluku menjadi inspirasi bagi dunia.
Perang di Ukraina mengganggu pasokan bahan makanan gandum misalnya. Sementara itu perang di Libanon mengganggu pasokan bahan bakar minyak. Inilah pentingnya pemerintah mencari sumber-sumber kerjasama lainnya dari negara-negara lain. Disinilah pentingnya kehadiran teologi perdamaian.
Orang Maluku memiliki kearifan lokal “pela gandong”. GPM memiliki pengalaman mendalam tentang teologi perdamaian, peran sosial lintas iman yang akan memperkuat semangat perdamaian bukan saja bagi Maluku tetapi juga bagi Indonesia dan dunia. GPM sudah bekerja dengan serius selama ini untuk mewujudkan Indonesia yang Pancasilais dan ber-Bhinneka Tunggal Ika. Inilah peran GPM dalam membangun masa depan bangsa dan negara Indonesia yang plural dan toleran terhadap berbagai perbedaan dalam masyarakat.
Pada isu lingkungan hidup, perubahan iklim telah menyebabkan kenaikan permukaan laut bagi dan kerusakan pantai akibat abrasi yang menyebabkan banyak desa nelayan kehilangan wilayah pantainya. GPM diharapkan mengembangkan teologi lingkungan hidup yang suaranya bergaung di seluruh kepulauan Pasifik (Teologi kepulauan). Tentunya kampanye lingkungan tidak bisa dilepaskan dari konteks geopolitik, dimana negara-negara industri maju dituntut bertanggung-jawab atas kerusakan lingkungan global. Dalam konteks Keadilan iklim (climate justice), GPM dituntut berperan mencegah terjadinya ecocide atau ekosida (penghancuran ekologi) yang menimbulkan bencana bagi umat manusia.
Eksistensi GPM hingga saat ini merupakan bukti bahwa penyertaan Tuhan tidak pernah terputus. Komitmen pelayanan GPM kepada jemaat menjadi Kunci keberlanjutan. Dari sisi pembinaan sumber daya manusia, GPM memiliki pengalaman yang hebat baik di masa lalu, masa sekarang, dan menuju masa depan. Ini semua menjadi modal kuat GPM memasuki masa depan dunia dalam kondisi geopolitik apapun juga selama berpegang kepada pengakuan bahwa “Aku menanam, Apolos menyiram, tapi Allah yang memberi pertumbuhan”. Selamat bersidang Sinode GPM. (REDAKSI)