
MALUKU INDOMEDIA.COM, SERAM BAGIAN BARAT– PT Spice Island Maluku (SIM) resmi mengumumkan penutupan permanen aktivitas usaha di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Selasa (30/9/2025). Keputusan pahit ini dinilai sebagai pukulan telak bagi iklim investasi di Maluku, khususnya di SBB.
Dalam surat resmi perusahaan bernomor 112/SIM-DIR/Maluku yang ditandatangani Direktur Hendrik Lewerissa, manajemen menegaskan tidak ada kemajuan investasi maupun operasional sejak kunjungan Gubernur Maluku bersama Forkopimda ke lokasi PT SIM pada 23 Juni 2025.
Faktor Penghambat Penutupan
PT SIM menyebutkan sedikitnya empat faktor yang menghambat jalannya investasi:
1. Surat Bupati SBB tertanggal 14 Juni 2025 yang menangguhkan sementara aktivitas penggusuran di lahan bermasalah.
2. Rekomendasi DPRD Kabupaten SBB pada 17 Juli 2025.
3. Surat Desa Kawa pada 16 September 2025 yang menghentikan sementara aktivitas penggusuran.
4. Aksi penghadangan dan intimidasi masyarakat Dusun Pelita Jaya terhadap pekerja dan operator alat berat setiap kali dilakukan land clearing.
“Dengan kondisi demikian, perusahaan tidak lagi melihat adanya kepastian hukum maupun jaminan keberlanjutan investasi,” tegas Lewerissa dalam suratnya.
KNPI: Maluku Kehilangan Momentum
Wakil Ketua KNPI, Wawan Tomson, menyayangkan keputusan tersebut. Menurutnya, penutupan PT SIM menandai semakin rapuhnya iklim investasi di daerah.
“Ini bukan sekadar berhentinya aktivitas satu perusahaan, tetapi alarm keras bahwa SBB dan Maluku sedang kehilangan momentum investasi. Jika investor lari, maka yang dirugikan adalah masyarakat sendiri,” ujarnya.
Lebih jauh, Tomson menekankan pentingnya peran kepala daerah, khususnya Gubernur Maluku, dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang melibatkan banyak pihak.
“Seharusnya gubernur mampu mengkanalisasi persoalan dan mencari solusi bagi semua stakeholder, baik perusahaan maupun masyarakat. Dengan begitu, investor bisa dipertahankan di Maluku. Jangan lupa, Maluku ini daerah miskin yang sangat membutuhkan investasi untuk mendongkrak sektor ekonomi dan membuka peluang kerja bagi masyarakat melalui perusahaan-perusahaan yang menancapkan jangkar di daerah ini,” tegas Tomson.
Investasi Terganjal Konflik Lokal
Kasus PT SIM dinilai sebagai potret klasik investasi yang terganjal konflik agraria, tarik ulur kewenangan, hingga aksi penolakan masyarakat. Padahal, investasi di sektor rempah dinilai strategis untuk mendorong perekonomian Maluku.
Namun, tanpa kepastian hukum dan dukungan pemerintah daerah, para investor dikhawatirkan akan memilih hengkang. (MIM-MDO)