
MALUKU INDOMEDIA.COM, SAUMLAKI– Gelombang protes membuncah di Kepulauan Tanimbar. Forum Perjuangan 592 PPPK Paruh Waktu melontarkan tudingan keras terhadap proses rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu yang dinilai penuh manipulasi, rekayasa, bahkan permainan kotor.
Ratusan tenaga honorer yang selama bertahun-tahun mengabdi di sekolah, puskesmas, hingga kantor pemerintahan di Tanimbar merasa dikhianati. Nama mereka hilang dari daftar pengangkatan, digantikan 261 nama baru yang diduga muncul secara misterius.
“Kami bukan hanya kehilangan kesempatan, tetapi dilecehkan sebagai manusia yang telah mengabdi. Keadilan telah dibajak, dan pengabdian kami dianggap tidak ada artinya,” tegas Forum dalam pernyataan tertulis yang diterima Maluku Indomedia.com, Selasa (1/10/2025).
Manipulasi, Rekayasa, dan Pengkhianatan
Dalam dokumen setebal empat halaman, Forum 592 PPPK Paruh Waktu menolak tegas segala bentuk manipulasi dan praktik kotor. Mereka menyebut, rakyat Tanimbar tidak buta dan tidak tuli terhadap praktik ketidakadilan yang kini terjadi.
Mereka menilai proses seleksi ini tidak hanya mengabaikan dedikasi honorer, tetapi juga melanggar prinsip keadilan yang dijamin UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, PP Nomor 49 Tahun 2018, serta berbagai keputusan Menteri PAN-RB.
“Ini bukan sekadar soal administrasi. Ini soal martabat dan keadilan yang dirampas di depan mata. Jangan buang pengabdian puluhan tahun hanya demi kepentingan politik sesaat,” tegas Forum.
Desak Bupati dan Pemerintah Pusat
Forum mendesak Bupati Kepulauan Tanimbar Ricky Jauwerissa bersama Wakil Bupati Juliana Chaterina Ratuanak bertanggung jawab penuh atas polemik ini. Mereka menuntut agar 592 tenaga honorer diakomodir dan segera diusulkan ke Kemenpan-RB.
Bila tuntutan diabaikan, Forum mengancam menempuh langkah hukum hingga aksi massa lebih besar.
Tiga Tuntutan Utama Forum 592 PPPK Paruh Waktu:
1. Mengakomodir 592 PPPK Paruh Waktu dan mengusulkannya ke Kemenpan-RB.
2. Membatalkan 261 nama yang sudah diusulkan BKN jika honorer tidak diakomodir.
3. Jika Pemda beralasan keuangan daerah tidak mencukupi, maka harus dipaparkan terbuka bersama DPRD dan Kemenpan-RB.
Ultimatum Keras: Keadilan atau Perlawanan
Forum mengingatkan bahwa perjuangan ini bukan semata soal pekerjaan, melainkan soal harga diri dan keadilan sosial.
“Inilah panggilan hati nurani rakyat Tanimbar: keadilan atau perlawanan. Jika suara kami terus dibungkam, maka gelombang perlawanan adalah jalan terakhir. Lebih baik berjuang daripada hidup dalam ketidakadilan,” tulis Forum dalam pernyataan sikapnya.
Alarm Bagi Pemerintah
Kasus ini menjadi alarm keras bagi pemerintah pusat maupun daerah. Transparansi, akuntabilitas, serta penghargaan terhadap pengabdian honorer harus menjadi prioritas, bukan dikorbankan demi kepentingan sesaat.
Gelombang kekecewaan 592 honorer Tanimbar kini telah menjelma menjadi bara perlawanan. Jika tuntutan mereka tak kunjung direspons, konflik sosial lebih besar bisa saja meledak di Bumi Duan Lolat. (MIM-MDO)