
MALUKU INDOMEDIA.COM, AMBON— Rencana pembangunan Maluku Integrated Port (MIP) di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) kembali menuai sorotan. Wakil Ketua KNPI Maluku sekaligus pemerhati sosial dan pembangunan, W. Tomson, menilai proyek ambisius tersebut masih perlu kajian mendalam agar tidak sekadar menjadi proyek penuh semangat tanpa arah yang jelas.
Menurut Tomson, Maluku seharusnya belajar dari keberhasilan Makassar New Port (MNP) di Sulawesi Selatan — sebuah proyek strategis nasional yang terintegrasi dengan infrastruktur memadai, akses transportasi lancar, dan pasokan listrik andal.
“Makassar New Port dibangun dengan konsep matang, dekat dengan pusat kota, memiliki jaringan jalan yang baik, dan didukung pusat industri yang kuat. Itu sebabnya pelabuhan ini hidup dan efisien,” jelas Tomson.
Namun, kondisi di Maluku jauh berbeda. Di SBB, kapasitas listrik masih terbatas, infrastruktur jalan minim, dan belum ada kawasan industri pendukung. Hal ini, menurutnya, akan membuat MIP sulit berkembang sesuai harapan.
“Pusat industri seharusnya dibangun lebih dulu untuk menggerakkan ekonomi lokal. Kalau itu ada, barulah MIP bisa berfungsi maksimal sebagai simpul logistik dan perdagangan,” tambahnya.
Tomson juga menegaskan bahwa MIP tidak boleh hanya dilihat sebagai proyek SBB, tetapi sebagai lompatan ekonomi Maluku secara keseluruhan.
Namun dengan kondisi geografis Maluku yang terpencar antar pulau, lokasi MIP perlu ditinjau ulang agar benar-benar memberi manfaat bagi seluruh 11 kabupaten/kota.
“Sulsel daratannya menyatu, sementara Maluku adalah provinsi kepulauan. Logikanya berbeda. Pemerintah harus cermat menentukan lokasi dan kesiapan infrastrukturnya,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa tanpa perencanaan berbasis kebutuhan wilayah dan kesiapan energi serta transportasi, MIP berpotensi menjadi proyek besar yang kehilangan arah dan tujuan.
“Bermodal semangat saja tidak cukup. Yang dibutuhkan adalah konsep yang tepat sasaran dan berkelanjutan,” pungkas Tomson dengan nada kritis.
Pembangunan Maluku Integrated Port (MIP) seharusnya menjadi simbol kemandirian ekonomi Maluku, bukan sekadar proyek monumental tanpa fondasi nyata. Karakter kepulauan Maluku menuntut konsep pembangunan yang adaptif dan inklusif, di mana setiap pulau memiliki akses dan manfaat yang seimbang.
Tanpa strategi industri yang matang, MIP berisiko menjadi pelabuhan besar yang sepi aktivitas — berdiri megah tapi jauh dari denyut ekonomi rakyat. Maluku butuh arah, bukan sekadar semangat. (MIM-MDO)