
AMBON, MALUKUINDOMEDIA.COM- Aktivitas pengeboman ikan kembali marak terjadi di sejumlah perairan di Kepulauan Kei, khususnya di wilayah perairan Tayando. Praktik ilegal ini menimbulkan dampak serius terhadap keseimbangan ekosistem laut dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat pesisir.
Ledakan bom yang digunakan untuk menangkap ikan menyebabkan banyak ikan mati sia-sia. Insang ikan sobek, sebagian tercabik, dan sebagian lagi tenggelam ke dasar laut. Hanya sebagian kecil yang diambil nelayan, sementara sisanya dibiarkan membusuk di laut dan di pantai-pantai sekitar, dan mencemari lingkungan.
Lebih parah lagi, terumbu karang yang menjadi habitat alami ikan turut hancur akibat ledakan. Data menyebutkan, satu bom ikan seberat 250 gram mampu merusak hingga 50 meter persegi terumbu karang. Dalam sehari, puluhan bom bisa digunakan, sehingga kerusakan ekosistem bawah laut berlangsung dalam skala yang mengkhawatirkan. Padahal, proses alami pemulihan terumbu karang dapat memakan waktu puluhan tahun.
“Jika praktik ini terus dibiarkan, generasi mendatang tidak akan lagi bisa menggantungkan hidup dari laut,” ujar Yastrib Akbar Souwakil, S.Pi., M.Si., Wakil Ketua Bidang Perikanan DPD KNPI Maluku.
Selain kerugian ekologis, dampak ekonomi juga dirasakan. Banyak wilayah dasar laut yang sebelumnya menjadi tujuan wisata selam dan snorkeling kini kehilangan daya tariknya akibat kerusakan terumbu karang dan berkurangnya populasi ikan. Nelayan kehilangan sumber mata pencaharian, sementara masyarakat sekitar kehilangan pendapatan dari sektor pariwisata. Kondisi ini makin memperparah ekonomi masyarakat di Kepulauan Kei, Kabupaten Maluku Tenggara, dan Kota Tual.
Sebagai catatan hukum, aktivitas penangkapan ikan dengan bom atau racun merupakan tindak pidana sesuai Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda Rp2 miliar. Sementara pelaku pencemaran dan perusakan ekosistem laut diancam pidana penjara hingga 10 tahun dan denda Rp2 miliar.
Polair dan Bakamla Diminta Perketat Pengawasan
Menyikapi kondisi ini, Yastrib Akbar Souwakil, S.Pi., M.Si. mendesak Polisi Perairan (Polair) dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) untuk segera meningkatkan patroli dan pengawasan ketat di wilayah perairan Kepulauan Kei. Selain itu, pengawas perikanan laut juga diminta aktif melakukan pemantauan di kawasan-kawasan rawan aktivitas ilegal tersebut.
“Kita nyaris tidak pernah mendengar adanya tindakan tegas atau patroli rutin terkait aktivitas penangkapan ikan menggunakan bom atau racun di wilayah ini. Tanpa pengawasan yang aktif, para pelanggar hukum akan terus memanfaatkan celah demi kepentingan pribadi, tanpa mempedulikan kerusakan yang ditimbulkan,” tegasnya.
Selain penegakan hukum, lanjut Yastrib, upaya penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat pesisir tentang bahaya praktik pengeboman ikan dan pentingnya menjaga kelestarian ekosistem laut mutlak diperlukan. Jika tidak segera ditangani, kerusakan yang terjadi saat ini akan berdampak panjang bagi kehidupan masyarakat dan keberlanjutan sumber daya laut di Kepulauan Kei. (MIM-1)