
MALUKU INDOMEDIA.COM, MALUKU TENGGARA– Polemik tanah di Kei Besar kian panas. Mantan Ketua DPRD Kabupaten Maluku Tenggara, Mindurchri Kudubun, bersama keluarga dan warga memasang sasi adat berupa janur di atas lahan miliknya di Desa Ohoiwait. Aksi ini menjadi tanda larangan keras bagi PT. BBA (Batulicin Beton Asphalt) dan pihak Haji Ihsam yang disebut hendak masuk melakukan penambangan.
Sedikitnya 20 bidang tanah pribadi Kudubun telah dipasangi sasi. Ia menegaskan, masyarakat adat menolak keras langkah perusahaan yang dinilai hanya membawa kerusakan lingkungan dan pembodohan terhadap warga lokal.
“Haji Ihsam datang hanya untuk merusak alam di sini, membodohi masyarakat. Mereka mau masuk menambang, tapi caranya tidak melalui pemerintah desa. Haji Ihsam langsung masuk, seolah-olah merasa orang pusat, dikawal polisi dan tentara turun survei, sementara pemerintah desa, tokoh masyarakat, dan tokoh adat tidak tahu apa-apa,” tegas Kudubun, kepada Maluku Indomedia.com, Selasa (23/9/2025).
Menurutnya, sikap arogan investor ini jelas melecehkan tata kelola adat dan hak ulayat masyarakat Kei. “Jangan merasa orang dekat istana lalu semena-mena. Tidak bisa juga begitu. Kami punya tanah warisan leluhur yang harus dihormati,” tambahnya.
Aksi sasi adat tersebut kini bukan sekadar simbol perlawanan, melainkan peringatan keras bagi pihak manapun yang mencoba melangkahi adat dan hukum masyarakat Kei Besar.
Namun publik kini bertanya-tanya: apakah langkah perusahaan yang bisa masuk langsung ke lokasi dengan pengawalan aparat ini mendapat restu diam-diam dari pemerintah daerah? Jika benar, maka ada indikasi keterlibatan oknum pejabat dalam memberi jalan mulus bagi investor tambang tanpa melibatkan desa maupun tokoh adat.
Sejumlah tokoh adat dan masyarakat sipil mendesak Pemkab Maluku Tenggara, DPRD, hingga aparat penegak hukum untuk segera memberi penjelasan terbuka. Transparansi mutlak diperlukan agar tidak muncul dugaan bahwa Pemda ikut “bermain mata” dengan perusahaan tambang yang berpotensi merusak tanah Kei Besar. (MIM-MDO)