
MALUKU INDOMEDIA.COM, AMBON—Aliansi Pemuda Saparua menyerukan agar perjuangan pembentukan Kota Kepulauan Lease dijalankan secara inklusif, partisipatif, dan transparan. Pernyataan sikap tersebut disampaikan dalam konferensi pers Sabtu malam (18/10/2025) pukul 21.00 WIT di kawasan Jalan Dr. J. Leimena, Poka, Ambon.
Aliansi yang terdiri dari pemuda-pemudi dua kecamatan — Saparua dan Saparua Timur — ini menyatakan keprihatinan atas minimnya pelibatan publik dalam proses pemekaran yang sudah lama diperjuangkan. Mereka menegaskan bahwa perjuangan ini tidak boleh dikooptasi oleh elit atau kepentingan politik sesaat.
Lima Poin Sikap Pemuda Lease
Dalam rilisnya, Aliansi Pemuda Saparua menggariskan lima poin sikap utama:
1. Transparansi total — Tim Pemekaran Lease diminta membuka seluruh dokumen dan progres kerja secara publik.
2. Pelibatan menyeluruh — Semua unsur masyarakat adat, agama, perempuan, dan pemuda harus terlibat aktif.
3. Dialog terbuka lintas pulau — Harus ada komunikasi berkelanjutan antara tim pemekaran dan masyarakat di Saparua, Haruku, dan Nusalaut.
4. Menjaga semangat persaudaraan orang Lease agar perjuangan tidak berubah menjadi sumber perpecahan.
5. Fokus pada kesejahteraan rakyat, bukan simbol administratif semata.
Suara dari Negeri ke Negeri
Pelmy Paunno dan Shanty Manuhutu, dua tokoh muda asal Negeri Haria, menegaskan bahwa pemuda dan perempuan harus menjadi garda depan perjuangan.
“Pemuda dan perempuan Lease bukan pelengkap. Kami bagian dari kekuatan sosial yang menentukan arah masa depan wilayah ini,” tegas keduanya.
Sementara Christian Tetelepta dari Negeri Porto mengingatkan bahaya pembajakan kepentingan.
“Pemuda punya tanggung jawab moral memastikan perjuangan ini tidak dibajak oleh kepentingan politik jangka pendek,” ujarnya tajam.
Dari Siri Sori Islam, Hasbi Chaidir Sanaky menekankan pentingnya keterbukaan informasi.
“Tanpa transparansi, legitimasi perjuangan ini akan runtuh di mata masyarakat,” katanya lugas.
Piere Pattipawaey dari Negeri Paperu menambahkan, pemekaran harus membawa dampak nyata di akar rumput, bukan sekadar status baru di atas kertas.
“Pemekaran jangan hanya jadi simbol. Rakyat di negeri-negeri harus merasakan manfaatnya,” tegasnya.
Sementara itu, Leonard Manuputy dari Negeri Ouw menegaskan bahwa legitimasi sosial dan politik hanya akan kuat bila semua elemen dilibatkan setara.
“Kami tidak bicara soal dukung atau tolak, tapi tentang bagaimana perjuangan ini dijalankan secara adil dan berkelanjutan,” katanya.
Dari Negeri Booi, Demy Soumokil melihat pemekaran sebagai jalan keluar strategis bagi ketertinggalan wilayah Lease.
“Pulau Saparua dikenal dunia sejak masa jalur rempah. Pemekaran adalah harga mati untuk membangun Lease yang berdaulat. Tapi kalau hanya dikuasai segelintir orang, itu pengkhianatan terhadap semangat perjuangan,” ujarnya menggigit.
Pemuda Jadi Penjaga Moral Perjuangan
Aliansi Pemuda Saparua menegaskan, perjuangan pemekaran bukan ruang eksklusif, tetapi ruang kolektif bagi seluruh rakyat Lease — adat, agama, perempuan, dan pemuda.
Mereka berkomitmen menjadi kekuatan moral dan sosial yang akan mengawal, mengingatkan, dan memastikan proses pemekaran berjalan terbuka, adil, dan berpihak pada rakyat.
“Lease harus dibangun dengan hati, bukan hanya oleh tangan segelintir orang. Pemekaran ini adalah momentum persatuan, bukan perebutan,” tutup pernyataan mereka malam itu. (MIM-CR)