
MALUKU gugusan kepulauan yang terbentang di timur Indonesia, selama bertahun-tahun menyandang predikat sebagai salah satu wilayah termiskin di negeri ini. Dengan luas wilayah laut yang mencapai lebih dari 92 persen dari total wilayahnya, Maluku menyimpan potensi luar biasa, namun selama ini belum tergarap optimal. Kemiskinan struktural, keterbatasan infrastruktur, serta minimnya perhatian pusat menjadikan Maluku seolah-olah berada di pinggiran pembangunan nasional.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, angin perubahan mulai bertiup dari timur. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tren penurunan angka kemiskinan di Maluku. Pada Maret 2021, tingkat kemiskinan mencapai 16,30 persen, namun angka itu terus menurun hingga menyentuh sekitar 14 persen pada awal 2025. Ini adalah sebuah capaian penting yang menunjukkan adanya transformasi ekonomi yang nyata di daerah ini.
Transformasi ekonomi Maluku tidak datang secara instan. Ia lahir dari kombinasi kebijakan terarah, investasi yang terus tumbuh, dan peran aktif masyarakat lokal. Pemerintah pusat dan daerah mulai menyadari bahwa pembangunan tidak bisa hanya terfokus di Pulau Jawa. Maluku, dengan segala potensinya, layak menjadi bagian dari poros ekonomi nasional.
Salah satu kunci transformasi tersebut adalah pembangunan infrastruktur. Bandara, pelabuhan, dan jalan raya di berbagai kabupaten/kota di Maluku mengalami peningkatan signifikan. Aksesibilitas yang dulu menjadi hambatan utama kini perlahan mulai teratasi, memungkinkan distribusi barang dan jasa yang lebih lancar, serta membuka peluang bagi investasi baru.
Konektivitas antar pulau yang dahulu terputus-putus kini mulai terjalin berkat program tol laut dan subsidi angkutan perintis. Dengan sistem logistik yang lebih efisien, harga kebutuhan pokok di wilayah kepulauan tidak lagi setinggi dulu. Ini berdampak langsung pada daya beli masyarakat serta stabilitas ekonomi lokal.
Sektor perikanan menjadi tulang punggung ekonomi Maluku. Laut yang kaya akan ikan tuna, cakalang, dan berbagai hasil laut lainnya kini mulai menjadi andalan ekspor daerah. Pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) di beberapa titik strategis seperti Morotai dan Saumlaki, membuka lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan nelayan.
Saldi Matdoan
(Akademisi Universitas Negeri Yogyakarta)
Nelayan yang sebelumnya hanya menjual hasil tangkapan dalam bentuk mentah kini mulai dilatih mengolah produk perikanan agar memiliki nilai tambah. Industri pengolahan ikan skala kecil dan menengah tumbuh di beberapa wilayah, memberikan kontribusi nyata terhadap ekonomi rumah tangga nelayan.
Pariwisata juga menjadi sektor yang semakin dilirik. Pantai-pantai eksotis, terumbu karang yang masih alami, dan budaya lokal yang kaya membuat Maluku menjadi destinasi potensial bagi wisatawan domestik dan mancanegara. Pemerintah daerah mulai memanfaatkan potensi ini dengan membangun fasilitas pendukung pariwisata secara berkelanjutan.
Festival-festival budaya seperti Festival Banda dan Festival Teluk Ambon menjadi magnet tersendiri bagi wisatawan. Acara-acara ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga sarana promosi ekonomi kreatif masyarakat lokal seperti kerajinan tangan, kuliner khas, dan pertunjukan seni tradisional.
Sementara itu, sektor pertanian dan perkebunan yang sebelumnya tertinggal kini mendapatkan perhatian lebih. Komoditas lokal seperti pala, cengkeh, dan sagu mulai kembali digalakkan sebagai produk unggulan. Upaya hilirisasi dan penguatan koperasi petani dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani kecil.
Pendidikan vokasi dan pelatihan kerja mulai diperluas di Maluku. Lulusan-lulusan muda kini tidak hanya mengandalkan sektor formal, tapi juga diberi bekal untuk menjadi wirausaha mandiri. Lembaga pelatihan kerja dan balai latihan vokasi didirikan di beberapa kabupaten untuk mencetak tenaga kerja terampil.
Perubahan juga tampak dalam dunia digital. Pemerintah mulai menghadirkan infrastruktur teknologi informasi seperti jaringan 4G hingga ke desa-desa terpencil. Literasi digital meningkat, memungkinkan pelaku UMKM di Maluku memasarkan produknya secara daring hingga ke pasar nasional.
Peran perempuan dalam transformasi ekonomi juga semakin kuat. Banyak perempuan di Maluku kini menjadi pelaku utama UMKM, khususnya dalam sektor makanan olahan, kerajinan, dan pariwisata. Program pemberdayaan perempuan menjadi kunci penting dalam pembangunan berkelanjutan.
Transformasi ekonomi Maluku tidak terlepas dari peran penting desa. Program dana desa telah memberikan angin segar bagi pembangunan infrastruktur lokal, pengembangan BUMDes, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat pedesaan. Dari pinggiran, desa-desa Maluku kini menunjukkan geliat kemandirian ekonomi.
Namun demikian, tantangan masih ada. Kesenjangan antarwilayah, kualitas layanan pendidikan dan kesehatan yang belum merata, serta ketergantungan terhadap sektor primer menjadi pekerjaan rumah besar. Transformasi ekonomi harus dibarengi dengan reformasi sosial yang inklusif dan berkeadilan.
Penting juga untuk memastikan bahwa pembangunan tidak hanya fokus pada angka-angka makro. Keberhasilan transformasi ekonomi harus diukur dari bagaimana kehidupan masyarakat sehari-hari berubah: apakah mereka bisa makan cukup, sekolah layak, dan memiliki akses kesehatan.
Keterlibatan masyarakat sipil dan tokoh adat dalam proses pembangunan menjadi faktor pembeda di Maluku. Pendekatan partisipatif terbukti lebih efektif karena selaras dengan nilai-nilai budaya setempat yang menjunjung tinggi musyawarah dan gotong royong.
Program-program inovatif seperti Desa Tangguh Iklim dan Desa Digital. mulai diterapkan di beberapa wilayah, menunjukkan bahwa Maluku tidak hanya mengejar ketertinggalan, tetapi juga siap menjadi pelopor pembangunan berkelanjutan berbasis kearifan lokal.
Di tengah transformasi ini, peran diaspora Maluku juga sangat besar. Mereka yang merantau ke berbagai kota besar bahkan ke luar negeri, kini mulai kembali berinvestasi di kampung halaman, membawa pulang pengetahuan, modal, dan jaringan bisnis yang memperkuat ekonomi lokal.
Dunia pendidikan juga mengalami lonjakan kualitas. Universitas-universitas di Maluku kini lebih aktif menjalin kemitraan dengan dunia usaha dan industri. Penelitian lokal difokuskan pada potensi daerah seperti kelautan, pariwisata, dan pertanian tropis.
Pemerintah pusat dan daerah harus terus menjaga momentum ini. Reformasi birokrasi yang mendorong pelayanan publik lebih cepat, bersih, dan responsif terhadap kebutuhan warga menjadi syarat utama keberlanjutan transformasi ekonomi.
Transparansi dalam pengelolaan anggaran dan pembangunan infrastruktur harus terus dikawal. Masyarakat berhak tahu ke mana uang negara digunakan, dan apakah program-program itu benar-benar menyentuh kebutuhan riil warga.
Maluku telah menunjukkan bahwa daerah yang sebelumnya dianggap “pinggiran” pun mampu menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, jika diberi perhatian, kepercayaan, dan dukungan yang memadai. Ini adalah pelajaran penting bagi model pembangunan Indonesia ke depan.
Transformasi ekonomi Maluku menjadi bukti bahwa keadilan wilayah bisa dicapai, bahwa kemajuan tidak hanya milik kota-kota besar, dan bahwa masyarakat kepulauan pun memiliki potensi luar biasa untuk tumbuh dan bersaing.
Kisah Maluku adalah kisah tentang harapan, tentang bagaimana sejarah keterpinggiran bisa diubah menjadi cerita kebangkitan. Ini adalah narasi yang layak diperjuangkan dan disebarluaskan sebagai inspirasi bagi daerah lain di Indonesia.
Generasi muda Maluku kini tidak lagi merasa terpinggirkan. Mereka tumbuh dengan harapan baru, percaya diri menghadapi dunia, dan berani bermimpi besar. Ini adalah hasil dari transformasi ekonomi yang menyentuh aspek kehidupan secara menyeluruh.
Dengan posisi geografis yang strategis di jalur pelayaran internasional, Maluku bahkan berpeluang menjadi simpul perdagangan baru di Indonesia timur. Pelabuhan-pelabuhan utama kini mulai ditata ulang untuk menyambut peran baru ini.
Kunci ke depan adalah keberlanjutan. Transformasi ekonomi harus terus didukung dengan kebijakan jangka panjang, komitmen lintas sektor, serta partisipasi aktif masyarakat. Hanya dengan begitu, Maluku bisa benar-benar keluar dari kemiskinan secara permanen.
Dari pinggiran ke pusat, bukan hanya narasi geografis, tapi juga simbol dari perubahan paradigma pembangunan. Maluku kini berdiri tegak, menunjukkan bahwa ketertinggalan bisa diatasi, dan bahwa masa depan bisa direbut melalui kerja keras dan visi yang jelas.
Transformasi ekonomi Maluku bukanlah akhir, melainkan awal dari babak baru. Dengan modal sosial, budaya, dan alam. (REDAKSI)