
MALUKU INDOMEDIA.COM, AMBON— Pemerhati Sosial dan Pembangunan Maluku sekaligus Wakil Ketua KNPI Maluku Wawan Tomson, menilai rencana pembangunan Maluku Integrated Port (MIP) di Wasarisa, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), tidak layak secara teknis maupun strategis.
Menurutnya, proyek berskala besar seperti MIP berpotensi gagal apabila dipaksakan di wilayah yang belum memiliki kesiapan infrastruktur, energi, dan basis industri yang kuat. Karena itu, Tomson mendesak pemerintah dan pihak terkait untuk mengkaji ulang rencana pembangunan tersebut secara mendalam sebelum dilanjutkan.
“Pembangunan MIP di Wasarisa belum tepat. Ada banyak faktor mendasar yang justru menunjukkan daerah ini belum siap menjadi kawasan industri berskala besar,” tegas Tomson.
Ia memaparkan sedikitnya lima alasan utama mengapa proyek ini dinilai tidak layak untuk diteruskan di wilayah tersebut.
Pertama, hingga kini Pulau Seram—khususnya SBB—belum memiliki pusat industri yang mapan. Tanpa fondasi industri dasar, kehadiran MIP berpotensi menjadi proyek setengah matang yang tidak berdampak langsung bagi masyarakat lokal.
Kedua, Tomson menyoroti ketidakjelasan status lahan yang akan digunakan.
“Publik berhak tahu, apakah lahan yang digunakan adalah hibah masyarakat atau dibeli oleh pemerintah atau investor? Transparansi itu penting agar tidak menimbulkan konflik di kemudian hari,” ujarnya.
Ketiga, ia menilai infrastruktur pendukung di wilayah tersebut masih jauh dari kata siap. Jalan raya di SBB dinilai tidak memadai untuk menunjang operasional kendaraan berat seperti mobil kontainer.
“Topografi Seram Bagian Barat bergunung-gunung. Kondisi ini membuatnya tidak cocok untuk mobilitas truk kontainer maupun aktivitas industri berat,” tambahnya.
Keempat, daya listrik di wilayah tersebut belum memadai untuk menopang aktivitas industri besar.
“Tanpa dukungan energi yang kuat, mustahil kawasan industri seperti MIP bisa berjalan optimal,” pungkasnya.
Terakhir, Tomson menilai bahwa pembangunan kawasan industri seharusnya dilakukan berdasarkan potensi dan kesiapan wilayah, bukan hanya karena dorongan politik atau kepentingan investor semata.
“Kami mendukung pembangunan, tapi harus dengan perencanaan matang, berpihak pada masyarakat, dan realistis secara teknis,” tutup Tomson dengan nada kritis.
Menanggapi pandangan tersebut, sejumlah pihak di daerah pun menyerukan agar pemerintah tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan strategis terkait lokasi pembangunan MIP. Mereka berharap dilakukan kajian akademik dan konsultasi publik yang transparan, agar setiap kebijakan pembangunan benar-benar berdampak bagi kesejahteraan masyarakat Seram Bagian Barat.
Pemerintah Provinsi Maluku sendiri hingga kini belum memberikan pernyataan resmi terkait evaluasi kelayakan lokasi proyek MIP di Wasarisa. Publik menanti kejelasan arah kebijakan ini, apakah akan dilanjutkan, direlokasi, atau dikaji ulang sesuai rekomendasi para pemerhati pembangunan. (MIM-MDO)