
MALUKU INDOMEDIA.COM, Ambon– Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pulau Ambon dan Pp Lease mengeluarkan pernyataan keras terkait maraknya praktik prostitusi yang berkedok pijat tradisional di Kota Ambon. Fenomena ini dinilai bukan hanya meresahkan masyarakat, tetapi juga merusak moral generasi muda serta mencoreng citra kota.
Sekretaris Umum MUI Pulau Ambon dan Pp Lease, Sulaiman Wasahua, yang juga menjabat sebagai Ketua Wilayah Gerakan Rakyat Provinsi Maluku, menegaskan bahwa modus ini telah berkembang menjadi jaringan terselubung yang memanfaatkan label pijat tradisional untuk melancarkan praktik asusila.
“Kita tidak menutup mata, banyak laporan masyarakat yang masuk. Tempat-tempat pijat ini sebenarnya bukan lagi fokus pada terapi kesehatan, tetapi sudah menjadi kedok bisnis prostitusi. Ini kejahatan moral yang harus dihentikan,” tegas Wasahua di Ambon, Jumat (8/8/2025).
Menurutnya, praktik tersebut kerap beroperasi di lokasi-lokasi yang menyaru sebagai usaha kesehatan alternatif, dengan promosi terselubung melalui media sosial dan aplikasi pesan instan. “Mereka memanfaatkan celah lemahnya pengawasan, bahkan ada yang beroperasi di tengah pemukiman padat. Kalau dibiarkan, ini akan membentuk opini publik bahwa Ambon adalah kota bebas maksiat, padahal itu tidak benar,” ujarnya.
Wasahua, melalui perannya di GERAKAN RAKYAT, juga menyatakan siap mengawal penindakan hingga ke akar permasalahan. Ia mendorong aparat penegak hukum, khususnya Polresta Pulau Ambon dan PP Lease, untuk bergerak cepat melakukan razia dan penindakan hukum tanpa kompromi. Selain itu, pemerintah Kota Ambon diminta memperketat perizinan usaha jasa pijat, termasuk pengawasan rutin.
“Ini bukan hanya soal pelanggaran norma agama, tetapi juga persoalan hukum dan keamanan sosial. Jangan sampai Ambon menjadi ladang subur bagi praktik prostitusi terselubung karena kelengahan aparat dan pembiaran masyarakat,” tambahnya.
MUI dan GERAKAN juga mengimbau masyarakat untuk lebih selektif dan berani melaporkan aktivitas mencurigakan di sekitar lingkungan mereka. “Perang melawan kemaksiatan tidak cukup hanya dari pemerintah atau MUI. Masyarakat harus ikut menjadi mata dan telinga, demi menjaga kehormatan kota kita,” tutup Wasahua.
Fenomena prostitusi berkedok pijat tradisional ini bukan hanya terjadi di Ambon, tetapi juga di sejumlah kota besar di Indonesia. Namun, tanpa langkah tegas dan konsisten, dikhawatirkan praktik ini akan terus berkembang dan sulit diberantas. (MIM-MDO)