
MALUKUINDOMEDIA.COM, BURU- Masyarakat adat Negeri Masarete, Kecamatan Teluk Kaiely, Kabupaten Buru, melakukan aksi penolakan terhadap kebijakan pemerintah tentang pengangkatan penjabat kepala desa perempuan yang dinilai kebijakan tersebut sangat bertentangan dengan tradisi adat dan agama yang telah berlaku di desa itu.
Koordinator aksi Abubakar Busou mengatakan, bahwa mereka menolak kebijakan pemerintah daerah mengangkat seorang perempuan sebagai penjabat kepala desa karena status jenis kelamin yang tidak dapat diterima untuk memimpin di desa itu.
“Kebijakan ini sangat bertentangan dengan tradisi adat dan agama yang telah berlaku di desa, dan tidak boleh menjadi penjabata apalagi seorang perempuan” tegasnya dalam orasinya, Minggu (20/7/2025).
Dari aksi itu warga setempat juga memalang kantor desa sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah daerah.
Hal yang sama juga dilontarkan oleh Tokoh adat Abdullah Waekabu yang mengatakan bahwa seorang perempuan tidak bisa memimpin di desa tersebut karena bertentangan dengan prosesi adat maupun agama.
“Tradisi ini adalah tradisi yang telah berlaku secara turun temurun di desa masarete,” ujarya.
Sikap Tokoh Agama, Tokoh Adat Masyarakat
Tokoh Agama, tokoh Adat dan Tokoh Masyarakat menilai bahwa pengangkatan seorang perempuan sebagai penjabat kepala desa berdampak pada kegiatan keagamaan di desa tersebut.
Rumah ibadah, tempat tertentu harus diisi oleh seorang kepala desa laki-laki.
Jika kepala desa yang diangkat merupakan seorang perempuan, maka tempat tersebut akan terjadi kekosongan karena dianggap tidak dibolehkan untuk menggantikan posisi imam atau penghulu masjid dalam sholat berjamaah atau kegiatan lainnya.
Pemerintah segera menggantikan penjabat kepala desa yang telah dilantik baru-baru ini dengan seseorang yang sesuai dengan tradisi adat dan agama di desa masarete. (MIM-1)