
MALUKU INDOMEDIA.COM, Ambon– Polda Maluku akhirnya angkat bicara terkait tragedi perkelahian antar pelajar SMK Negeri 3 Ambon yang berujung maut pada 19 Agustus 2025 lalu. Kasus ini bukan hanya merenggut nyawa seorang siswa, tetapi juga memicu aksi balasan masyarakat hingga menyebabkan pembakaran rumah dan puluhan warga harus mengungsi.
Dalam konferensi pers di Polresta Ambon, Kamis (21/8/2025). Wakapolda Maluku Brigjen Pol Imam Thobron menegaskan bahwa kepolisian telah bergerak cepat menangani insiden tersebut.
“Pelaku penusukan berinisial IS, 19 tahun, masih pelajar SMK 3, sudah kita amankan. Korban juga siswa dari sekolah yang sama. Untuk pelaku pembakaran rumah, identitasnya sudah kami kantongi dan proses hukum akan berjalan tanpa kompromi,” tegas Thobron di hadapan awak media.
Wakapolda mengungkapkan, usai perkelahian, amarah spontan masyarakat dari beberapa negeri justru melebar menjadi aksi penyerangan. Akibatnya, sejumlah rumah terbakar dan sebagian warga masih mengungsi.
“Ini murni kesalahpahaman. Kami sudah duduk bersama para raja negeri Hitu Lama, Hitumesing, Hunuth, dan Waiheru. Semua sepakat untuk tidak membesar-besarkan peristiwa ini. Keamanan tetap kami jamin,” tambahnya.
Polda Maluku juga menegaskan telah berkoordinasi dengan Gubernur Maluku, Wali Kota Ambon, serta Polresta Ambon dalam langkah penanganan kasus. Pemerintah Kota Ambon akan menanggung kerugian materiil warga, sementara aparat kepolisian menyiapkan tambahan personel di lokasi rawan konflik.
“Kami pastikan masyarakat yang masih mengungsi bisa kembali dengan aman. Semua kerusakan telah menjadi bagian dari tanggung jawab bersama pemerintah daerah.”
Wakapolda menegaskan, seluruh pihak yang terbukti menjadi aktor baik dalam penusukan maupun pembakaran akan diproses hukum secara tegas. “Kami ingin memastikan peristiwa ini tidak merembet ke isu-isu lain. Langkah nyata sudah diambil agar konflik tidak berkelanjutan,” ujarnya.
Kasus ini menjadi alarm keras bagi dunia pendidikan dan orang tua. Perkelahian antar pelajar yang seharusnya bisa diredam di lingkungan sekolah justru berkembang menjadi tragedi berdarah. Pertanyaannya, di mana peran pengawasan sekolah, orang tua, hingga aparat desa sebelum api konflik membesar?
Polda Maluku memang telah menutup celah dengan proses hukum dan koordinasi lintas pemangku kepentingan, namun akar persoalan kenakalan pelajar dan potensi gesekan antar-negeri jelas harus ditangani lebih serius. (MD)