
“KAT desak Pemprov, BPN, dan Aparat Hukum bertindak tegas selamatkan aset negara dan lindungi pelaku usaha”
MALUKU INDOMEDIA.COM, AMBON– Isu dugaan praktik mafia tanah di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Kota Ambon, kian memanas. Koalisi Ambon Transparan (KAT) melontarkan tudingan keras terhadap pengusaha ritel ternama Alfred Shanahan Theng, pemilik Dian Pertiwi, yang disebut mengerahkan orang bayaran untuk melakukan intimidasi dan upaya pengosongan lahan di area Daerah Milik Jalan (Damija), aset sah milik Pemerintah Provinsi Maluku.
KAT menilai praktik ini bukan sekadar sengketa tanah, melainkan modus mafia yang sistematis untuk merampas aset negara sekaligus menekan pelaku usaha lokal.
Sertifikat Bermasalah dan Fakta History
Koordinator Umum KAT, Taufik Rahman Saleh, mengungkap bahwa sejak Januari 2025, Alfred mulai mengklaim kepemilikan tanah dengan dasar sertifikat yang terbit pada 1996. Padahal, secara historis tanah tersebut sebelumnya dikuasai mendiang Chame Soissa dan telah dibebaskan serta diganti rugi oleh Pemprov Maluku pada 1997 untuk kepentingan jalan dan Damija.
“Ganti kerugian sudah dilakukan pemerintah kepada keluarga almarhum Chame Soissa. Jadi sertifikat Alfred jelas tidak menyentuh Damija. Anehnya, ia tetap menancapkan patok beton pada September 2024, bahkan diduga dihadiri BPN Kota Ambon. Patok itu lalu dijadikan dasar menekan pelaku usaha,” ungkap Taufik.
Sejak itu, melalui kuasa hukumnya, Munir Kairoty & Partners, Alfred sudah tiga kali menerbitkan surat pengosongan lahan tanpa prosedural yang jelas.
Pelaku Usaha Resah, Ekonomi Lokal Tertekan
Penelusuran KAT menemukan, intimidasi tersebut membuat pelaku usaha di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman resah. Padahal mereka telah mengantongi izin resmi dari Pemprov Maluku.
“Kami sudah dapat izin resmi. Tapi kalau ada orang suruhan datang memaksa keluar seperti preman, bagaimana ekonomi bisa jalan? Pemerintah harus hadir melindungi usaha kecil,” keluh salah satu pelaku usaha.
Taufik menyebut, pola ini menunjukkan adanya tendensi premanisme yang terorganisir. “Bukan hanya merugikan negara, tapi juga menekan ekonomi lokal. Kami jadi dihantui rasa takut setiap hari,” tegasnya.
Empat Sikap KAT
Dalam pernyataannya, KAT menegaskan empat tuntutan:
1. Pemprov Maluku harus tegas mengamankan aset negara.
2. BPN Kanwil Maluku dan BPN Kota Ambon diminta transparan mempertegas status tanah di Jalan Jenderal Sudirman.
3. Aparat penegak hukum (Polda Maluku & Kejati) diminta bertindak cepat memutus rantai mafia tanah.
4. DPRD Maluku harus memperkuat fungsi pengawasan terhadap aset daerah.
Dugaan Lebih Luas
KAT juga mengendus praktik serupa di kawasan lain. “Klaim tanah Alfred sampai ke batas pom bensin pertigaan itu luar biasa. Kami analisa pola yang sama bisa terjadi juga di kawasan Kolonel Pieters. Ini indikasi mafia tanah terstruktur. BPN Kota Ambon harus bertanggung jawab,” ujar Taufik.
Desakan Keras
Koalisi menegaskan Pemprov Maluku tidak boleh bersekongkol atau tinggal diam. Aparat hukum harus segera memeriksa riwayat kepemilikan tanah dan menghentikan intimidasi yang merugikan rakyat.
“Ini bukan sekadar soal batas tanah, ini sudah jelas perampasan aset negara. Mafia tanah harus dilawan,” tutup Taufik dengan nada tegas. Mafia tanah mengancam aset negara dan perekonomian rakyat di Kota Ambon. (MIM-CN)