
Program Dana Aspirasi DPRD diduga jadi ajang permainan harga, rakyat kecil hanya jadi korban
MALUKU INDOMEDIA.COM, SBB- Program pengadaan anakan cengkeh hutan yang dibiayai melalui Dana Aspirasi DPRD Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), kini menjadi sorotan publik. Alih-alih meningkatkan kesejahteraan masyarakat, program ini justru diwarnai dugaan permainan harga yang merugikan warga desa.
Informasi yang ramai beredar di media sosial, khususnya di grup Menjaring Bupati SBB, menyebutkan bahwa pihak kontraktor membeli anakan cengkeh dari masyarakat di Desa Tomalehu dan Desa Hualoy hanya dengan harga Rp 5.000 per anakan. Padahal, harga pasar normal berkisar Rp 15.000 per anakan, sementara dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) resmi, nilai yang ditetapkan mencapai Rp 20.000 per anakan.
“Kalau memang benar kontraktor hanya membeli Rp 5.000, sementara anggaran negara mencatat Rp 20.000, ini jelas permainan harga yang mencederai keadilan bagi masyarakat,” ungkap salah satu narasumber dengan inisial ABG kepada malukuindomedia.com.
Selisih harga anakan cengkeh – Rp 20 ribu (RAB), Rp 15 ribu (pasar), Rp 5 ribu (lapangan).
Sejumlah warga desa pun angkat suara. “Kami heran, katanya ini program untuk sejahterakan petani, tapi kami justru ditekan dengan harga murah. Kalau begini, lebih baik tidak usah ada program, karena kami hanya jadi korban,” ujar salah seorang petani asal Hualoy yang meminta namanya tidak dipublikasikan.
Perbedaan harga yang mencolok ini menimbulkan tanda tanya besar: apakah program aspirasi ini benar-benar ditujukan untuk memberdayakan masyarakat desa, atau sekadar menjadi celah bagi pihak tertentu untuk meraup keuntungan pribadi?
Dalam konteks pembangunan daerah, prinsip transparansi dan akuntabilitas tidak boleh ditawar. Rakyat berhak mengetahui bagaimana setiap rupiah dari uang negara dikelola. Dugaan praktik semacam ini bukan hanya merugikan masyarakat kecil, tetapi juga berpotensi menimbulkan kerugian bagi keuangan negara.
Masyarakat pun mendesak aparat pengawas seperti Inspektorat, DPRD sendiri, hingga aparat penegak hukum untuk segera turun tangan melakukan pemeriksaan. Jangan sampai program aspirasi yang sejatinya menjadi jembatan kesejahteraan rakyat, berubah menjadi ajang penyalahgunaan kewenangan.
“Dana aspirasi adalah amanah rakyat. Jangan dijadikan proyek untuk memperkaya segelintir orang,” tegas ABG.
Harapan masyarakat jelas: agar program pembangunan benar-benar menyentuh akar rumput, bukan berhenti sebagai janji yang hanya manis di atas kertas.
Kasus dugaan permainan harga anakan cengkeh di SBB ini harus menjadi peringatan serius bagi para pemangku kebijakan. Ketika uang rakyat diperlakukan sebagai bancakan, maka yang dikorbankan bukan hanya petani kecil, melainkan juga masa depan daerah. DPRD dan aparat hukum tidak boleh berpangku tangan. Jika dibiarkan, aspirasi rakyat akan terus tereduksi menjadi sekadar proyek politik lima tahunan. (MIM-CN)