
WAWANCARA EKSLUSIVE
Narasumber: (Akademisi dan Pengamat Pembangunan di Maluku) Julius R. Latumaerissa
Wartawan: Mimi Densemina.
(Tanggal: 8 Juni 2025)
1. Bapak Julius, sebagai seorang akademisi dan pengamat pembangunan di Maluku, bagaimana Bapak menilai kemunculan wacana pembangunan Maluku Integrated Port (MIP) dalam komunikasi politik Pemerintah Provinsi Maluku?
JAWABAN
Sebagai seorang akademisi dan pengamat pembangunan di Maluku, saya memandang wacana pembangunan Maluku Integrated Port (MIP) sebagai sebuah langkah strategis sekaligus sinyal politik yang penting dalam arah baru pembangunan wilayah kepulauan seperti Maluku. Namun, penilaian terhadap wacana ini harus dilakukan secara holistik
dari beberapa sisi yaitu
(1). Signifikansi Geostrategis dan Visi Kawasan: Wacana MIP mengindikasikan adanya kesadaran baru Pemerintah Provinsi Maluku terhadap posisigeostrategis Maluku di antara jalur pelayaran nasional dan internasional. Maluku yangselama ini terpinggirkan dalam peta logistik nasional, kini ingin tampil sebagai hublogistik dan konektivitas maritim di kawasan timur Indonesia. Ini mencerminkan upaya untuk menggeser paradigma pembangunan dari inward-looking ke outward-looking.
(2). Momentum Politik dan Diplomasi Fiskal: Dalam konteks komunikasi politik, wacana MIP adalah bagian dari diplomasi fiskal dan politik anggaran yang ingin menunjukkan bahwa Pemprov Maluku punya proyek prioritas nasional yang bisa DIJUAL ke pusat dan investor. Ini adalah strategi positioning yang penting untuk mengakses Dana Alokasi
Khusus (DAK) infrastruktur, menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN), danmemasuki skema investasi INA (Indonesia Investment Authority).
(3). Potensi Transformasi Ekonomi Regional: Jika direalisasikan secara serius, MIPberpotensi mengubah struktur ekonomi Maluku dari sekadar penghasil komoditas mentah menjadi gateway ekspor dan industrialisasi maritim. Dengan MIP, dapat dibayangkan adanya industri cold storage dan perikanan terpadu, juga dibangun zona logistik untuk ekspor-impor, pusat pengolahan hasil laut, rempah, dan tambang yang lebih efisien dari sisi distribusi dan biaya logistik, Namun, potensi ini akan sia-sia jika tidak ada integrasi antara MIP dan pembenahan hulu ekonomi rakyat, seperti nelayan,
petani, dan pelaku UMKM logistik maritim.
(4). Risiko Wacana Elitis & Overpromise: Di sisi lain, wacana MIP juga berisiko menjadi MEGA PROYEK ELITIS jika tidak berbasis kebutuhan riil masyarakat atau tanpa feasibility study yang kuat. Jika hanya menjadi jargon dalam komunikasi politik tanpa roadmap teknokratik dan komitmen fiskal yang jelas, maka MIP hanya akan menjadi bagian dari
“politik pembangunan simbolik” yang berumur pendek.
(5). Syarat Kunci: Integrasi Kelembagaan dan Pembiayaan: Untuk MIP menjadi lebih dari sekadar wacana, maka diperlukan kajian kelayakan ekonomi, teknik, dan lingkungan secara terbuka; juga Skema pembiayaan campuran (blended finance): APBN, APBD, KPBU, INA; Lembaga pengelola khusus (misalnya otoritas pelabuhan atau BUMD
logistik maritim); dan Sinergi lintas kabupaten/kota dan antar sektor (perhubungan, kelautan, perdagangan, BUMN pelabuhan, swasta Wacana Maluku Integrated Port adalah langkah awal yang penting dan layak didukung,
namun harus segera ditindaklanjuti dengan Roadmap teknokratik 5–10 tahun, peta konektivitas antar pulau & hinterland, dan konsultasi publik dengan masyarakat dan pelaku usaha lokal. Jika tidak, MIP hanya akan menjadi PROYEK MIMPI yang tidak pernah menyentuh realitas keseharian masyarakat Maluku.
2. Proyek ini telah disebutkan dalam berbagai seminar, pidato seremonial, hingga promosi publik selama beberapa tahun. Namun, hingga kini belum tampak progres konkret di lapangan. Dari perspektif tata kelola pembangunan, bagaimana Bapak membaca situasi ini ?
JAWABAN:
Situasi seperti ini di mana sebuah proyek telah sering disampaikan dalam berbagai forum publik namun belum menunjukkan progres nyata merupakan fenomena yang cukup umum dalam praktik tata kelola pembangunan, terutama di tingkat daerah atau sektor strategis.
Berikut beberapa analisis saya dari perspektif tata kelola pembangunan yaitu:
PERTAMA Indikasi Masalah dalam Tata Kelola meliputi Gap antara wacana dan eksekusi yaitu penyebutan proyek dalam berbagai forum sering hanya menjadi bagian dari narasi politik atau retorika publik, tanpa disertai kesiapan teknokratik (studi kelayakan, desain teknis, pembiayaan, dsb), dan tidak adanya delivery mechanism yang kuat bisa menjadi penyebab stagnasi di lapangan.
KEDUA Lemahnya manajemen proyek (project governance) yang meliputi tidak jelas siapa project owner atau institusi utama yang bertanggung jawab dari hulu ke hilir dan sering kali proyek bergantung pada figur tertentu tanpa kelembagaan yang kuat, sehingga ketika terjadi perubahan pejabat atau prioritas, proyek pun mandek.
Aspek berikutnya adalah kemungkinan Hambatan Struktural meliputi pertama Pembiayaan yang belum jelas atau tidak disiapkan meliputi banyak proyek diumumkan lebih cepat dari kesiapan pembiayaan (baik dari APBD, APBN, investor, maupun skema KPBU) dan kedua tidak adanya financial closure menyebabkan proyek berhenti di fase konseptual.
Kedua Koordinasi antar lembaga yang lemah, dimana dalam banyak kasus, proyek memerlukan keterlibatan lintas sektor atau lintas level pemerintahan. Jika koordinasi tidak difasilitasi dengan baik (misalnya lewat desk koordinasi, taskforce,
atau SK Gubernur/Walikota), maka proyek hanya berhenti pada semangat deklaratif. Dari Perspektif Strategis yang harus dipahami adalah apa yang Bisa Dilakukan?
Meliputi pertama Audit Tata Kelola Proyek dimana perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap status proyek: apakah ada dokumen perencanaan, siapa pemilik program, bagaimana skema pembiayaannya, dan sejauh mana komitmen politik dan teknokratiknya.
Kemudian lakukan Reframing sebagai Flagship Project. Selain itu reposisi proyek sebagai flagship daerah yang dikuatkan dengan Perda, SK prioritas daerah, atau masuk dalam RPJMD dan Renstra sektoral agar memiliki legitimasi kebijakan dan prioritas anggaran. Kedua Bangun Delivery Unit atau Project Management Office (PMO).
Jika proyek dinilai strategis, maka perlu dibentuk unit khusus yang fokus pada percepatan eksekusinya, dengan personel lintas dinas dan pendampingan dari pihak ketiga bila perlu. Dari perspektif tata kelola, situasi seperti ini mencerminkan ketidakseimbangan antara narasi dan kapasitas eksekusi.
Untuk menghindari kehilangan kepercayaan publik (public trust deficit), pemerintah daerah atau pemilik program perlu menunjukkan langkah korektif yang konkret: mulai dari audit status, penguatan kelembagaan, hingga penyiapan peta jalan eksekusi yang realistis dan terukur.
3. Dalam beberapa tulisan Bapak, Bapak sering menyinggung soal akar kemiskinan
struktural dan lemahnya eksekusi kebijakan ekonomi di daerah. Apakah Bapak melihat
pola yang sama juga muncul dalam wacana MIP ?
JAWABAN
Ya, benar pola kemiskinan struktural dan lemahnya eksekusi kebijakan ekonomi di daerah sering kali juga tercermin dalam wacana besar seperti “Maluku sebagai integritas port” atau hub maritim nasional.
Logika yang mendasari pemikiran saya sebagai berikut Kemiskinan Struktural: Akar yang Sama di Banyak Agenda. Kemiskinan struktural adalah kondisi kemiskinan yang tidak hanya disebabkan oleh pendapatan rendah, tetapi juga oleh struktur ekonomi dan institusi yang tidak adil (akses lahan, modal, pendidikan terbatas), tidak produktif (sektor informal dominan), tidak terhubung dengan rantai nilai global/nasional, tergantung pada transfer fiskal pusat (DAU/DAK), dan lemahnya peran swasta dan investasi.
Dalam konteks Maluku hak hak yang perlu diperhatikan adalah transportasi laut mahal, distribusi barang tidak efisien, Nelayan dan petani miskin bukan karena tidak bekerja keras, tetapi karena harga produk ditentukan di luar (ketergantungan pada pengepul dan Infrastruktur pelabuhan/logistik belum mendukung value creation, hanya berperan sebagai titik bongkar muat.
Lemahnya Eksekusi Kebijakan Ekonomi. Hal ini disebabkan beberapa hal antara lain wacana “Maluku sebagai integritas port” atau logistik hub timur Indonesia sudah lama diucapkan, namun eksekusinya tidak konsisten, tidak berkelanjutan lintas kepala daerah dan lintas kementerian. Lemah pada kelembagaan pengelola (tidak ada otoritas port terintegrasi lintas kabupaten). Tidak disertai strategi industrialisasi kawasan pelabuhan. Tidak berbasis data: lokasi port sering ditentukan politis, bukan logis dan berikutnya adalah lmah dukungan fiskal APBN/BUMN/Swasta.
4. Menurut Bapak, apa saja indikator minimum yang harus dimiliki sebuah proyek
strategis seperti MIP agar ia tidak berhenti sebagai janji politik, tapi menjadi program
pembangunan nyata ?
JAWABAN:
Agar sebuah proyek strategis seperti MIP (Maluku Integrated Port tergantung konteksnya dan tidak berhenti sebagai janji politik semata tetapi benar-benar menjadi program pembangunan nyata, diperlukan beberapa indikator minimum yang mencerminkan keseriusan dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pelibatan multipihak.
Menurut saya ada beberapa indikator minimum yang wajib dimiliki
Pertama Legalitas dan Kelembagaan meliputi payung hukum jelas (Perda, Pergub, Perwali/Bupati, atau masuk dalam RPJMD/RKPD/Renstra OPD), kemudian perlu juga unit pelaksana dan tim koordinasi terbentuk, lengkap dengan struktur, mandat, dan kewenangan dan yang terakhir perlu dilakukan MoU/Kesepakatan dengan mitra strategis (pemerintah pusat, BUMN, investor, perguruan tinggi, dll.)
Kedua Rencana Aksi (Action Plan) dan Roadmap Multi-tahun yang terdiri dari Timeline yang jelas (tahunan, dengan milestone dan deliverables). Kemudian Indikator ditetapkan output dan outcome yang terukur (misalnya: km jalan, jumlah UMKM terdampak, tonase ekspor, dll.) dan ketiga skenario pembiayaan terukur (dari APBD, APBN, KPBU, investor swasta, dana hibah, dsb.)
Ketiga anggaran Teralokasi dan Skema Pendanaan yang Realistis dan sudah harus masuk dalam dokumen anggaran resmi (APBD/RKP) dengan skema pembiayaan jangka menengah dan panjang tersedia, termasuk opsi mitigasi risiko fiskal, disamping membuat komitmen pembiayaan pihak ketiga sudah ditegaskan (misalnya melalui LoI/LoA)
Keempat Kesiapan Proyek (Project Readiness Criteria) meliputi feasibility study (FS), Detail Engineering Design (DED), dan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) sudah disiapkan. Kemudian kesiapan lahan dan perizinan tersedia (tidak dalam status konflik), dan yang terakhir adalah sistem monitoring & evaluasi (Monev) disiapkan sejak awal, berbasis data
Kelima Pelibatan Pemangku Kepentingan menjadi sangat penting dimana partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan lokal sudah dilakukan (public hearing, FGD, dll.) selain itu koalisi pendukung proyek (politisi, masyarakat, investor, akademisi) dan kanal komunikasi resmi proyek aktif (website, media sosial, pelaporan berkala)
Keenam Manfaat Ekonomi dan Sosial yang Nyata dimana Pemprov harus terbuka kepada publik Maluku bahwa royek terhubung dengan program pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan selain proyek MIP ini menghasilkan
multiplier effect lokal (serapan tenaga kerja, pasar lokal, investasi ikutan). Hal terpenting dari manfaat MIO ini adalah bahwa proyek tidak sekadar infrastruktur, tapi berdampak pada transformasi ekonomi wilayah
Ketujuh Komitmen Kepemimpinan dan Keberlanjutan Politik terutama dukungan eksplisit kepala daerah dengan integrasi dalam dokumen politik pembangunan disertai mekanisme lintas periode kepemimpinan (misalnya dengan Perda atau platform pembangunan daerah jangka panjang).
Selain itu Proyek MIP ini harus dikelola sebagai agenda kolektif, bukan sekadar milik 1 figur atau 1 periode Jika MIP atau proyek strategis lainnya memenuhi indikator-indikator ini, maka peluangnya untuk berlanjut sebagai program nyata pembangunan sangat besar, dan lebih tahan terhadap perubahan politik atau tekanan anggaran.
5. Dalam konteks perencanaan jangka panjang, bagaimana Bapak melihat keterkaitan
antara MIP dan agenda pengentasan kemiskinan serta peningkatan daya saing ekonomi
Maluku?
JAWABAN
Dalam konteks perencanaan jangka panjang, MIP (Maluku Investment Port), jika difungsikan secara strategis maka dapat menjadi kendaraan utama untuk mengaitkan secara langsung agenda pengentasan kemiskinan dan peningkatan daya saing ekonomi Maluku.
Menurut saya ada beberapa bentuk analisis keterkaitannya yaitu MIP sebagai Instrumen Akselerasi Investasi Produktif dimana proyek ini dapat menarik investasi ke sektor-sektor unggulan berbasis lokal (perikanan, rempah, pariwisata, energi, dan kehutanan berkelanjutan).
MIP juga diharapkan dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja lokal melalui skema value chain industri dan mendorong skema inclusive business dan investasi sosial (blended finance, green financing).
Kemudian MIP juga sebagai platform sinkronisasi fiskal-investasi dimana melalui MIP maka ada konektivitas yg terbangun melalui sinergi antara dana publik (APBD, DAK,Dana Desa) dengan investasi swasta, BUMN, dan lembaga keuangan serta prioritas pengentasan kemiskinan dalam bentuk proyek-proyek ekonomi produktif berbasis masyarakat: seperti food estate, kampung nelayan modern, atau kawasan industri desa.
Dan keterkaitan pendanaan yang terintegrasi mempercepat penyediaan infrastruktur dasar dan akses ekonomi bagi kelompok miskin.
MIP diharapkan sebagai Instrumen penataan rantai pasok dan daya saing daerah Maluku dengan cara Pemprov Maluku memetakan dan mengembangkan rantai nilai komoditas unggulan secara menyeluruh (produksi, pengolahan, logistik, pasar) sekaligus mengatasi high cost economy dengan mengintervensi kelemahan struktural
logistik dan konektivitas dan mendorong pembangunan kawasan strategis seperti hub perikanan, agro-maritime cluster, atau zona ekonomi khusus.
MIP harus berfungsi sebagai Kompas Pembangunan Inklusif Jangka Panjang karena itu MIP harus menyatu dengan: pengentasan kemiskinan (multidimensi: kesehatan, pendidikan, perumahan). Meningkatkan indeks Daya Saing Daerah (infrastruktur,regulasi, efisiensi pasar tenaga kerja).
6. Jika proyek ini benar-benar dilaksanakan, sektor ekonomi apa saja yang paling mungkin terdampak? Dan siapa yang paling harus dilibatkan sejak awal?
JAWABAN
Menurut pendapat saya bahwa secara Umum (Jika Proyek Berskala Besar & Multisektor). Jika MIP terealisasi maka proyek ini adalah proyek pembangunan besar (misalnya proyek infrastruktur, kawasan industri, atau transformasi ekonomi seperti Bank Ikan, Bank Tani, Bank Sampah, dst),.
Ada pihak yang sangat ter dampak yaitu sektorekonomi seperti pertanian, Perikanan, dan Kelautan dimana jika proyek menyentuh pengelolaan sumber daya alam. Dampaknya besar pada produksi, distribusi, hingga ekspor hasil bumi. Berikutnya adalah Industri Pengolahan (Manufaktur) dimana nanti dalam MIP kita membangun hilirisasi atau pabrik pengolahan (ikan, rempah, kayu, tambang maka akan dapat menciptakan nilai tambah dan lapangan kerja.
Sektor jasa Keuangan dan Pembiayaan dimana dengan MIP maka ada pembentukan Bank Daerah Tematik, koperasi, atau skema kredit mikro/UMKM sehingga terjadi ekspansi keuangan inklusif di daerah di Maluku secara sistematik dan masif. Selain itu sektor Transportasi dan Logistik , terutama proyek MIP mencakup pembangunan pelabuhan, jalan, atau infrastruktur pendukung sehingga memberikan efek ganda terhadap distribusi barang dan mobilitas orang. Tidak terkecuali sektor perdagangan dan UMKM dan sektor pariwisata (opsional).
Dengan MIP akan mendorong perdagangan lokal akan tumbuh sebagai efek turunan dari peningkatan produksi dan infrastruktur Dan dalam kaitan dengan oariwisatamaka jika MIP terealisasi diharapkan dapat mengembangkan potensi budaya, ekowisata, atau destinasi tematik.
Substansi pertanyaan berikutnya yaitu pihak yang harus dilibatkan sejak awal, maka yang paertama dan pasti adalah pemerintah Daerah (Provinsi & Kabupaten/Kota) untuk memberikan dukungan regulasi, tata ruang, dan anggaran dan menjadi penghubung lintas instansi. Pihak berikutnya adalah Kementerian/Lembaga Teknis seperti KKP, Kementan, Kemenperin, Bappenas, Kementerian Investasi, Kemenhub, Kementerian ESDM (tergantung proyek) sekaligus dalam membangun sinergi program pusat-daerah dan insentif fiskal.
Masyarakat Lokal & Adat (Pemangku Hak Ulayat) adalah pihak yang harus dilibatkan terutama di daerah seperti Maluku sebagai Negeri adat dimana partisipasi sosial dan adat penting untuk menghindari konflik. Disisi lain pelaku Usaha dan Investor termasuk BUMD, BUMN, koperasi lokal, dan calon investor swasta untuk menjamin keberlanjutan usaha.
Pihak berikutnya adalah Lembaga Keuangan & Perbankan untuk pembiayaan, pinjaman, penjaminan, dan inklusi keuangan disamping akademisi dan Tenaga Ahli untuk studi kelayakan, analisis dampak, dan perencanaan berbasis data. Kadang juga kita lupa bahwa pihak LSM dan Media Lokal harus dilibatkan untuk membangun opini publik, edukasi masyarakat, dan kontrol sosial.
7. Pemerintah sering menyebut MIP sebagai “gerbang kemajuan maritim Maluku.”
Namun, tanpa cetak biru yang terbuka ke publik, apakah ini berisiko menciptakan
harapan palsu bagi masyarakat ?
JAWABAN
Pendapat saya sebagai analis kebijakan publik bahwa pernyataan bahwa Maluku Integrated Port (MIP) adalah “gerbang kemajuan maritim Maluku” memiliki potensi narasi pembangunan yang kuat. Namun, tanpa cetak biru (blueprint) yang jelas, terbuka, dan bisa diakses publik, klaim ini memang berisiko menimbulkan harapan palsu (false hope) di tengah masyarakat. Tanpa cetak biru itu sama dengan tanpa akuntabilitas.
Blueprint adalah dasar rencana jangka menengah dan panjang yang dapat menjelaskan visi dan sasaran MIP, menunjukkan sektor prioritas, memetakan dampak ekonomi dan sosial, serta menunjukkan siapa yang bertanggung jawab di setiap tahap.
Tanpa itu, publik tidak punya alat kontrol untuk menilai kemajuan atau kegagalan, sementara pemerintah bisa terus menjual narasi tanpa hasil konkret. MIP Harus Transparan dan Partisipatif agar tidak menjadi MENARA GADING pembangunan, MIP harus memiliki dokumen perencanaan yang bisa diakses publik (melalui website resmi, publikasi media, dll), dan dalam implementasinya MIP mengundang partisipasi masyarakat dan pelaku lokal dalam proses perumusan dan evaluasi, serta menyusun indikator keberhasilan yang terukur secara berkala.
Jika kesalahan dalam perencanaan maka MIP hanya menimbulkan risiko ekspektasi yang tidak proporsional, seperti pernyataan bombastis tanpa peta jalan bisa menimbulkan kekecewaan masyarakat karena tidak ada perubahan yang terasa langsung, ketidakpercayaan (distrust) terhadap proyek MIP, dan yang paling tragis adalah kesulitan menarik investasi lokal karena pelaku usaha tidak melihat arah yang jelas.
8. Sebagai seorang penulis yang aktif menyuarakan perubahan, apa pesan Bapak
kepada generasi muda dan organisasi masyarakat sipil agar tetap kritis namun
konstruktif dalam menyikapi isu pembangunan seperti ini?
JAWABAN
Sebagai seorang penulis yang aktif menyuarakan perubahan, pesan saya kepada adik- adik generasi muda dan organisasi masyarakat sipil di Maluku terutama di Kota Ambon yaitu Jadilah Kritis dengan Landasan Pengetahuan. Jangan pernah berhenti mempertanyakan.
Namun, pastikan bahwa kritik yang disampaikan dibangun di atas pemahaman yang kuat, data yang akurat, dan analisis yang jernih. Pendidikan dan literasi kebijakan adalah fondasi utama agar suara kita memiliki bobot, bukan sekadar gema emosi. Jangan terjebak pada pola “lawan atau diam.
Biasanya ada ruang luas di antara perlawanan dan kepasrahan: ruang advokasi, dialog, dan pengawalan. Bangun narasi yang menginspirasi, bukan memecah, karena perubahan sejati datang bukan dari konfrontasi semata, tapi dari kemampuan membangun jembatan antar kepentingan. Berikutnya kita semua harus pahami bahwa organisasi sipil bukan hanya pemantau, Tapi Mitra Pembangunan. Kita harus melampaui peran sebagai penonton yang bersorak atau mencemooh. Jadilah co-creator perubahan dan ajukan alternatif, hadirkan solusi.
Pemerintah bukan satu-satunya aktor pembangunan, dan masyarakat sipil punya kekuatan untuk menginisiasi inovasi lokal, mengawal akuntabilitas, dan menjadi katalis pembelajaran sosial.
Selain itu kuasai medium, dan jaga etika dalam komunikasi di ruang publik. Gunakan kekuatan media sosial, tulisan, seni, dan teknologi untuk menyampaikan gagasan.
Tapi selalu jaga etika komunikasi: tidak menyebar HOAKS, tidak menghina pribadi, dan tetap menghargai proses hukum dan kelembagaan. Yang terakhir fokus pada dampak, bukan popularitas. Dalam menyampaikan pendapat atau kritik dan saran di wilayah publik maka gerakan yang sejati tidak mencari likes atau sorotan, tapi berkomitmen terhadap perubahan nyata di lapangan karena sekecil apapun. Jadikan pembangunan bukan sekadar wacana elit, tapi perjuangan harian di komunitas.
9. Jika Bapak diberi kesempatan untuk menyampaikan satu hal langsung kepada
Gubernur Maluku hari ini terkait MIP, apa yang akan Bapak katakan?
JAWABAN
Saya akan bicara singkat saja jika diberi kesempatan untuk menyampaikan satu hal langsung kepada Gubernur Maluku hari ini terkait MIP, yaitu Pak Gubernur Hendrik Lewerissa (HL) yang terhormat Maluku Integrated Port harus diposisikan bukan sekadar sebagai infrastruktur pelabuhan, tapi sebagai jantung ekonomi baru kawasan timur Indonesia.
Kita butuh memastikan MIP terintegrasi penuh dengan kawasan industri maritim, pusat logistik nasional, dan jalur distribusi hinterland di Pulau Seram, Ambon, dan sekitarnya. Tanpa integrasi dan kepastian tata ruang serta dukungan regulasi dan fiskal yang kuat, MIP bisa jadi megaproyek yang besar di atas kertas, tapi gagal menggerakkan ekonomi rakyat. Demikian kalau saya bicara hahaha
Saya juga usul agar dibentuk Tim Percepatan dan Integrasi MIP lintas sektor dengan mandat mengamankan konektivitas, mendesain multiplier effect, dan menyiapkan model bisnis serta investor sejak sekarang. Kita butuh roadmap yang bukan hanya teknis pembangunan fisik, tapi juga roadmap ekosistem ekonomi pelabuhan ini.
10. Terakhir, dalam satu kalimat saja: bagaimana Bapak menggambarkan harapan Bapak terhadap arah pembangunan Maluku ke depan?
JAWABAN
Kalau model tata kelola pemerintahan yg saat ini kita lihat terus dipertahankan maka dengan sangat menyesal saya harus jujur berkata bahwa SAYA PESIMIS bahkan APATIS terhadap kemajuan pembangunan Maluku sesuai indikator makro dan mikro ekonomi yang ada.