
MALUKU INDOMEDIA.COM, Ambon– Ketua Pemuda Maluku Barat Daya (MBD) Kota Ambon, Arnaldo Ruff, melontarkan kritik keras terhadap pernyataan Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Provinsi Maluku, John Laipeny, yang meminta klarifikasi atas pernyataan rekannya sesama anggota dewan, Yan Zamora Noach, terkait penghormatan terhadap tatanan adat di wilayah MBD dan Kepulauan Tanimbar (KKT).
Menurut Arnaldo, permintaan klarifikasi tersebut tidak hanya mencederai semangat perjuangan masyarakat adat, tetapi juga melanggar etika politik kelembagaan.
“Pernyataan Pak Laipeny justru menyakiti hati masyarakat adat. Sebagai wakil rakyat dari Dapil 7—yang mencakup MBD dan KKT—beliau mestinya menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan legalitas sopi sebagai warisan budaya, bukan malah menimbulkan kesan membela otoritas yang belum berpihak pada kepastian hukum adat,” tegas Arnaldo kepada media di Ambon, Rabu (7/8/2025).
Ia menilai bahwa pernyataan yang disampaikan Yan Zamora dalam sidang paripurna DPRD merupakan bentuk tanggung jawab moral dan politik kepada konstituen adat. Karena itu, lanjut Arnaldo, menyanggahnya di ruang publik bukan hanya tidak etis, melainkan juga mencederai kewibawaan lembaga legislatif.
“Pernyataan dalam sidang paripurna adalah bagian dari mekanisme resmi lembaga. Itu tidak semestinya diklarifikasi apalagi diserang di luar forum resmi. Ini bukan etika politik yang patut dicontoh,” tegasnya.
Arnaldo juga menyayangkan sikap politik internal Partai Gerindra di Maluku yang menurutnya bertolak belakang dengan nilai-nilai nasionalisme yang dijunjung tinggi oleh Ketua Umum sekaligus Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.
“Bapak Prabowo sangat menjunjung tinggi nilai budaya bangsa. Beliau nasionalis sejati. Saya tidak yakin sikap seperti Pak Laipeny ini mewakili semangat Gerindra yang pro-rakyat,” ucapnya.
Lebih jauh, Arnaldo mengingatkan bahwa dalam prinsip hukum tata negara, terdapat parliamentary privilege, yaitu kekebalan hukum bagi anggota dewan dalam menyampaikan pendapat di ruang sidang resmi. Prinsip ini, katanya, melindungi anggota legislatif dari tekanan eksternal saat menjalankan fungsinya secara independen.
“Secara prinsip, setiap pernyataan dalam sidang paripurna memiliki kekebalan hukum dan etika. Menyerang atau menyanggahnya di luar forum lembaga adalah bentuk pelemahan terhadap integritas institusi DPRD,” ujar Arnaldo.
Ia juga mengajak seluruh anggota dewan, khususnya yang berasal dari wilayah adat, untuk menunjukkan solidaritas dan memperjuangkan legalitas sopi sebagai simbol budaya dan identitas masyarakat adat.
“Sudah terlalu lama masyarakat adat berjuang sendiri. Sekarang, ketika ada perwakilan di parlemen, mestinya mereka saling menguatkan, bukan saling melemahkan,” tandasnya.
Di akhir pernyataannya, Arnaldo mengajak para tokoh adat dan pemuda di MBD dan KKT untuk terus bersatu mengawal perjuangan pengakuan sopi sebagai warisan budaya yang sah di mata hukum.
“Sopi bukan sekadar minuman. Ia adalah simbol adat, penghormatan, dan identitas kami. Negara dan wakil rakyat harus hadir untuk melindungi, bukan mempertajam perbedaan,” tutupnya. (MIM-CRS)