
MALUKU INDOMEDIA.COM, TUAL– Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Pulau Dullah Selatan, Kota Tual, Abdul Wahid Rumaf, SHI., menegaskan pentingnya pencatatan pernikahan sebagai wujud hadirnya negara dalam memberikan kepastian hukum serta melindungi hak-hak perempuan dan anak. Hal itu disampaikan saat menjadi narasumber pada Kajian Pra Nikah yang digelar PD Salimah Kota Tual, berkolaborasi dengan KAMMI Tual-Maluku Tenggara, Kreatif Ummah, dan Tikar Peradaban, Sabtu (13/9/2025), di Gedung PLHUT Kemenag Kota Tual.
Dalam paparannya, Wahid mengapresiasi inisiatif kegiatan ini karena sejalan dengan program nasional “GAS” (Gerakan Sadar) Pencatatan Nikah yang tengah digencarkan Kementerian Agama. “Pernikahan bukan sekadar sah menurut syariat, tapi juga harus dicatat negara demi kepastian hukum. Ini untuk menjaga keturunan, menjaga harta, sekaligus menghadirkan kemaslahatan sebagaimana tujuan Maqashid Syari’ah,” tegasnya.
Kritik Nikah Siri: Perempuan dan Anak Jadi Korban
Wahid secara lugas menepis pandangan yang menganggap nikah sesuai syariat saja sudah cukup. Ia menilai, praktik nikah siri justru rawan menimbulkan persoalan serius, mulai dari administrasi kependudukan hingga sengketa harta warisan.
“Jangan ada perempuan yang mau dinikahi secara siri. Yang paling dirugikan adalah perempuan dan anak-anak,” tandasnya.
Ia bahkan mengutip pandangan sejumlah ulama yang menyebut pernikahan sah adalah yang memenuhi dua aspek: syariat Islam dan peraturan perundang-undangan, sebagaimana spirit QS. Al-Baqarah ayat 282.
Aturan Tegas di KUA Pulau Dullah Selatan
Wahid juga menjabarkan prosedur resmi pendaftaran nikah sesuai Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 30 Tahun 2024. Salah satunya, calon pengantin wajib mengikuti bimbingan perkawinan pra nikah.
“Di KUA Pulau Dullah Selatan, kalau catin sudah daftar resmi tapi tidak ikut bimbingan sesuai jadwal, maka laporan kehendak nikah tidak kami tindaklanjuti. Itu kewajiban sebagaimana tertuang dalam PMA Nomor 30 Tahun 2024 Pasal 5 Ayat 1,” ujarnya tegas.
Tak hanya itu, Wahid menyinggung batas usia perkawinan dalam UU Nomor 16 Tahun 2019—perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974—yang menetapkan minimal usia pernikahan 19 tahun bagi pria dan wanita. Bila ada penyimpangan, hanya pengadilan yang berwenang memberikan dispensasi.
GAS-kan Pencatatan Nikah, Tolak Poligami
Di penghujung materi, Wahid memberikan pesan menohok: “Laki-laki bermartabat dan perempuan mulia harus menolak nikah siri, juga menolak poligami. Ayo kita GAS-kan pencatatan nikah demi masa depan keluarga dan generasi bangsa.”
Pesan ini sekaligus menegaskan komitmen KUA Tual untuk terus mendorong masyarakat keluar dari praktik-praktik perkawinan tidak tercatat, menuju perkawinan yang sah secara agama dan negara. (MIM-MDO)