
Sejumlah pedagang di Pasar Mardika, Kota Ambon, mengeluhkan pungutan baru yang dinilai memberatkan dan tidak transparan. Mereka menuding kebijakan tersebut sebagai bentuk pungli yang menambah beban ekonomi rakyat kecil. (Spesialnya:MalukuIndoMedia.com)
Ambon,MalukuIndoMedia.com — Gelombang kekecewaan melanda para pedagang di Pasar Mardika, Kota Ambon. Mereka menuding pemerintahan Lawamena hanya menambah penderitaan rakyat kecil melalui berbagai pungutan yang dianggap memberatkan dan tidak masuk akal.
Sejumlah pedagang mengaku dikenakan berbagai biaya tambahan, mulai dari uang sampah sebesar Rp5.000, parkir Rp5.000, hingga karcis baru senilai Rp13.500 yang tiba-tiba diberlakukan tanpa sosialisasi.
“Katong su bayar sampah, bayar parkir, tiba-tiba datang karcis baru Rp13.500. Ekonomi sekarang parah, pendapatan turun, tapi pungutan tambah banyak. Ini sudah pungli!” ungkap salah satu pedagang yang enggan disebut namanya dengan nada kesal.
Para pedagang menilai, kebijakan tersebut merupakan bentuk pungutan liar (pungli) dan menyebutnya sebagai “kejahatan pemerintah terhadap rakyatnya sendiri”. Mereka mendesak Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku untuk segera turun tangan dan menertibkan dugaan praktik pungli yang dilakukan oleh oknum Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Indag) bersama pihak ketiga.
“Kalau pemerintah tutup mata, berarti mereka ikut menikmati hasil pungli ini,” tegas seorang pedagang lainnya.
Kekecewaan itu kian mendalam ketika para pedagang menyinggung janji manis pasangan Lawamena saat masa kampanye lalu. Mereka menilai janji untuk berpihak pada rakyat kecil hanyalah slogan kosong.
“Kami pikir nasib buruk kami selesai setelah ganti pemerintahan. Ternyata lebih parah! Pemerintah sekarang bukan bantu rakyat kecil, tapi peras rakyat kecil. Apakah ini yang disebut Lawamena?” sindir salah seorang pedagang dengan nada kecewa.
Pedagang juga mengancam akan melakukan aksi besar-besaran serta menyatakan mosi tidak percaya terhadap pemerintahan Lawamena apabila tidak ada langkah tegas dan perubahan nyata dalam waktu dekat.
“Dari subuh sampai malam kami berjuang, tapi pemerintah hanya tahu menagih. Tidak ada solusi, tidak ada keadilan. Pemerintahan ini penuh sandiwara!” tutup para pedagang dengan nada tegas.(***)