
MALUKU INDOMEDIA.COM, AMBON— Kritik tajam kembali menghantam tubuh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Provinsi Maluku, PT. Panca Karya, kali ini datang dari Azhar Ohorella, AMP.d, pemerhati kebijakan publik Maluku, yang menilai bahwa Panca Karya sudah tidak lagi layak disebut aset daerah, melainkan telah berubah menjadi “parasit anggaran” yang terus menggerogoti keuangan publik lewat suntikan dana tanpa hasil.
Dalam tulisan reflektifnya berjudul “Hentikan Suntikan Dana ke Panca Karya: Dari Aset Negara Jadi Parasit Anggaran”, Azhar menggambarkan kondisi Panca Karya sebagai perusahaan yang hidup dari infus APBD, namun gagal menunjukkan performa bisnis yang sehat dan transparan.
“Tiap tahun dana segar dikucurkan dengan berbagai label manis — restrukturisasi, revitalisasi, atau penyertaan modal lanjutan. Tapi hasilnya tetap nihil. Proyek tak selesai, aset terbengkalai, dan laporan keuangan penuh tanya,” ujar Azhar dalam kritiknya.
Menurutnya, pemerintah provinsi dan DPRD Maluku terjebak dalam dilema antara gengsi politik dan akal sehat publik. Mengakui kegagalan BUMD ini dianggap sebagai pukulan politis, tetapi mempertahankannya justru menjadi bentuk pengkhianatan terhadap rakyat.
“Setiap rupiah yang disuntikkan tanpa arah bukanlah investasi, itu pemborosan yang mencederai kepercayaan rakyat,” tegasnya.
Azhar juga menyoroti fenomena “parkir politik” di tubuh Panca Karya, di mana jabatan komisaris dan direksi diduga lebih ditentukan oleh kedekatan personal ketimbang kapasitas dan kompetensi profesional.
“Manajemen kehilangan arah. Profesionalisme lenyap, dan orientasi bisnis bergeser menjadi orientasi kekuasaan,” ungkapnya tajam.
Lebih jauh, Azhar menyerukan agar pemerintah berani mengambil langkah rasional: berhenti memelihara kegagalan dan mengakhiri aliran dana publik ke perusahaan yang tidak lagi produktif.
Ia menilai dana tersebut lebih bermanfaat jika dialihkan untuk sektor riil — seperti pembangunan pasar rakyat, perbaikan infrastruktur, atau penguatan ekonomi pulau-pulau kecil di Maluku.
“Kita tidak bisa terus memberi napas buatan kepada tubuh yang sudah lama mati,” tulisnya. “Panca Karya tidak butuh dana segar, ia butuh kejujuran pemerintah untuk berkata — cukup sudah.”
Menurut Azhar, menyelamatkan Panca Karya saat ini bukan lagi soal menjaga aset, tetapi tentang menjaga akal sehat pemerintahan dan marwah keadilan fiskal.
“Negara bukan rumah sakit bagi perusahaan gagal, dan rakyat bukan donor darah bagi korporasi politik,” pungkasnya pedas.
Seruan ini menjadi tamparan keras bagi Pemerintah Provinsi Maluku agar lebih transparan dan berani menata ulang kebijakan pengelolaan BUMD.
Karena sebagaimana ditegaskan Azhar Ohorella, “Tidak ada kebohongan yang pantas dibiayai dengan uang rakyat.” (MIM-MDO)







