
“Pengangkatan Direksi Dipertanyakan”
MALUKU INDOMEDIA.COM, Ambon– Keputusan Gubernur Maluku mengangkat Direktur Utama, Direktur Keuangan, serta Direktur Operasional dan Pemasaran PD Panca Karya memicu sorotan publik. Pengangkatan tersebut dinilai bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yang merupakan aturan turunan dari UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Sesuai aturan, pengangkatan direksi dan komisaris BUMD wajib dilakukan oleh pejabat pembina kepegawaian (gubernur) atau melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dengan melibatkan panitia seleksi independen. Pertanyaan yang muncul: apakah mekanisme ini benar-benar dilaksanakan di PD Panca Karya, ataukah sekadar prosedur formal tanpa transparansi?
Syarat Direksi Sudah Diatur Tegas
Darul Kutni Tuhepaly, Pemerhati Kebijakan Publik dan Politik, mengingatkan bahwa syarat umum untuk menjadi direksi BUMD sudah diatur tegas dalam peraturan.
“Direksi harus sehat jasmani, punya keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman yang memadai, memahami manajemen pemerintahan daerah, serta tidak sedang menjalani sanksi pidana atau menjadi pengurus partai politik,” ujarnya kepada Maluku Indomedia, Rabu (17/9/2025).
Menurut Tuhepaly, jika proses seleksi tidak berjalan sesuai aturan, maka wajar jika BUMD seperti PD Panca Karya tidak pernah menunjukkan kinerja maksimal.
Diduga Ada Tekanan Politik dan Titipan Tim Pemenangan
Selain persoalan mekanisme seleksi, muncul dugaan kuat bahwa pengangkatan jajaran direksi dan komisaris PD Panca Karya tidak lepas dari tekanan politik. Beberapa pihak menilai, sebagian dari mereka adalah orang-orang yang sebelumnya terlibat sebagai tim sukses dalam kontestasi politik daerah.
Bahkan, jika benar penunjukan direksi ini tidak melalui seleksi terbuka dan transparan, maka patut diduga mereka hanyalah titipan tim . “Ini bukan lagi soal profesionalisme, tapi soal memenuhi syahwat politik. Jika benar demikian, maka BUMD hanya dijadikan tempat balas jasa, bukan mesin pencetak PAD bagi daerah,” tegas Tuhepaly.
Nol Kontribusi PAD, Jadi Beban APBD
PD Panca Karya selama ini dipandang gagal menjalankan perannya sebagai mesin penggerak ekonomi daerah. Faktanya, perusahaan daerah tersebut tidak pernah menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi Maluku.
Sebaliknya, setiap tahun pemerintah daerah justru menggelontorkan dana segar dari APBD untuk menopang operasional perusahaan. “Bagaimana mungkin gaji direksi dan komisaris yang cukup besar dibayarkan, sementara kontribusi terhadap kas daerah nihil? Ini hanya menambah beban fiskal bagi Pemda Maluku,” kritik Tuhepaly.
Wacana BUMD Baru Dinilai Kontradiktif
Gubernur Maluku dalam beberapa kesempatan menyampaikan rencana pembentukan sejumlah BUMD baru. Namun langkah tersebut dianggap kontradiktif dengan fakta di lapangan.
“Kalau PD Panca Karya saja tidak dikelola dengan serius, bagaimana mungkin BUMD baru akan lebih berhasil? Seharusnya yang ada dibenahi dulu, bukan menambah perusahaan baru yang berpotensi jadi beban fiskal,” ujarnya.
Tuhepaly menegaskan, Maluku harus memiliki BUMD yang profesional dan produktif, bukan sekadar menghabiskan APBD. “Kalau PD Panca Karya dibenahi sesuai aturan PP 54/2017, maka ia bisa menjadi motor penggerak PAD. Tanpa itu, yang ada hanya pemborosan dan ketergantungan fiskal yang terus berulang,” pungkasnya. (MIM-MDO) I