
MALUKU INDOMEDIA.COM, Ambon– Menanggapi pernyataan Ketua Panitia Hari Besar Islam ( PHBI) Maluku M. Taufik Saimima yang menyebut gerakan aktivis hari ini hanya menjadi “alat politik” dan diduga ditunggangi kepentingan elite, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ambon menyatakan sikap kritis dan menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar serta melemahkan semangat kritis mahasiswa.
PJs Ketua Umum HMI Cabang Ambon, Jihad Nahumarury dalam keterangannya, menilai bahwa pernyataan Saimima tak berdasar cenderung sepihak, menstigma gerakan mahasiswa, dan justru dapat menjadi upaya membungkam kritik.
“Kami turun ke jalan bukan untuk melayani kepentingan elite politik mana pun, melainkan sebagai bentuk tanggung jawab moral atas pernyataan Wakil Gubernur Maluku, Abdullah Vanath, yang menyinggung Firman Tuhan, Hadits dan Alkitab. Aksi kami lahir dari kesadaran kolektif, bukan karena pesanan,” tegasnya.
Sungguh ironis saat aksi baru saja hendak dilakukan di halaman kantor Gubernur Maluku , muncul sekelompok orang yang datang ke lokasi aksi dan mencoba membubarkan mahasiswa dengan cara-cara premanisme, mengintimidasi masa aksi agar membubarkan diri.
Tindakan semacam ini menurut kami justru semakin memperkuat dugaan bahwa ada pihak pihak yang berupaya meredam gerakan mahasiswa demi menjaga citra penguasa.
“Yang patut dipertanyakan, siapa sebenarnya yang menjadikan organisasi sebagai alat politik? Kami yang bersuara kritis, atau mereka yang membungkam gerakan atas nama ‘penyejuk’ demi kedekatan dengan kekuasaan?” lanjutnya.
Bahkan saat aksi berlangsung Taufik Saimima tidak tahu hadir sebagai apa, terlihat repot repot mendatangi masa aksi untuk membubarkan gerakan dengan dalih Jangan bikin gaduh. Kami menilai pernyataan Saimima lebih mencerminkan sikap seorang penjilat, dan upaya cari muka di hadapan Wakil Gubernur Maluku, Abdullah Vanath .
HMI Cabang Ambon juga menegaskan bahwa organisasi bukan hanya memiliki fungsi menyelesaikan masalah, tetapi juga berperan sebagai kontrol sosial yang berani mengkritik kebijakan atau pernyataan pejabat publik yang keliru. Permintaan maaf memang diapresiasi, tetapi tidak cukup untuk menghentikan proses hukum yang sementara berlangsung.
Sebagai penutup, HMI Cabang Ambon mengajak seluruh elemen gerakan mahasiswa, organisasi kepemudaan, dan masyarakat untuk tetap menjaga nalar kritis, keberanian bersuara, dan tidak tunduk pada stigma atau tekanan apa pun.
“Organisasi bukan alat elite politik, tapi juga tidak boleh jadi tameng untuk membenarkan kekuasaan yang keliru. Kami akan tetap berdiri di pihak kebenaran, meski harus menghadapi tuduhan, tekanan, atau intimidasi,” tutupnya. (MIM-1)