
MALUKU INDOMEDIA.COM, AMBON– Provinsi Maluku mencatat deflasi sebesar -0,05 persen (month to month) pada Oktober 2025.
Data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku menunjukkan inflasi tahun ke tahun (year on year) tetap stabil di 2,30 persen, dan inflasi tahun kalender (year to date) sebesar 2,46 persen.
Pencapaian ini tergolong positif karena terjadi di tengah kenaikan harga BBM nonsubsidi, yakni DEXlite naik Rp100 dan Pertamina Dex naik Rp150 per liter sejak 1 Oktober 2025.
Namun di saat yang sama, laporan BPS juga memperlihatkan daya beli petani justru melemah, menjadi tanda bahwa stabilitas harga belum sepenuhnya dirasakan di lapisan masyarakat bawah.
Panen Raya Jadi Penahan Inflasi
Kepala BPS Maluku dalam rilis resminya menjelaskan bahwa deflasi ringan Oktober 2025 dipengaruhi oleh turunnya harga tomat, bawang merah, cabai rawit, kangkung, dan sawi hijau.
“Pasokan hasil panen melimpah membuat harga pangan turun dan menahan inflasi,” ungkapnya.
Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau menjadi penyumbang deflasi terbesar dengan andil -0,20 persen.
Sementara itu, kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya serta Pendidikan masih mengalami kenaikan harga, masing-masing 0,13 persen dan 0,05 persen.
Petani Merugi di Tengah Stabilitas Harga
Di balik inflasi yang terkendali, Nilai Tukar Petani (NTP) justru turun 1,86 persen menjadi 95,46 pada Oktober 2025.
Penurunan ini menandakan harga hasil panen menurun lebih cepat dibandingkan harga barang konsumsi petani.
Rinciannya, indeks harga yang diterima petani turun 1,27 persen, sementara indeks harga yang dibayar petani naik 0,59 persen.
Subsektor hortikultura menjadi yang paling terpukul dengan penurunan 4,92 persen, disusul perkebunan rakyat (-2,51%) dan perikanan (-1,82%).
Hanya subsektor peternakan yang mencatat kenaikan 1,10 persen.
Kondisi ini menunjukkan bahwa meski harga di pasar relatif stabil, petani belum menikmati keseimbangan ekonomi yang layak.
Impor Turun, Belanja Rumah Tangga Menyusut
BPS juga mencatat nilai impor Provinsi Maluku pada Januari–September 2025 turun 31,17 persen, dari US$367,09 juta menjadi US$252,69 juta.
Sementara Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) juga menurun 1,70 persen, menandakan belanja masyarakat masih lesu.
Secara makro, kondisi ini menunjukkan perlambatan aktivitas ekonomi, meskipun inflasi secara umum dapat dikendalikan.
Pemerintah Provinsi Didorong Jaga Daya Beli
Keberhasilan menjaga inflasi di tengah kenaikan harga BBM patut diapresiasi.
Namun tantangan ke depan jauh lebih besar: memastikan keseimbangan harga tidak menekan petani dan pelaku ekonomi kecil.
Pemerintah Provinsi Maluku bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) perlu memperkuat langkah konkret di sektor pangan dan pertanian.
Mulai dari menjaga harga dasar hasil panen, memperlancar distribusi logistik antarwilayah, hingga memberi insentif bagi komoditas lokal unggulan.
Pengamat ekonomi lokal menilai, Maluku sudah di jalur yang benar, tetapi “stabilitas harga tanpa peningkatan daya beli hanya akan menciptakan keseimbangan semu.”
Karena itu, kolaborasi lintas sektor — antara pemerintah daerah, petani, nelayan, dan dunia usaha — menjadi kunci agar pertumbuhan ekonomi juga terasa di akar rumput.
Kenaikan BBM nonsubsidi tak membuat inflasi di Maluku melonjak.
Namun di balik angka yang tampak stabil, ada pesan penting yang tak boleh diabaikan:
harga boleh terkendali, tapi petani tak boleh terus menanggung beban paling berat.
Data Pendukung (BPS Provinsi Maluku, Oktober 2025)
Indikator Nilai Perubahan Keterangan
Inflasi (m-to-m) -0,05% Deflasi ringan Harga pangan turun
Inflasi (y-on-y) 2,30% Stabil Masih terkendali
NTP 95,46 ↓ -1,86% Daya beli petani turun
Impor US$252,69 juta ↓ -31,17% Aktivitas ekonomi melemah
IKRT -1,70% Turun Belanja rumah tangga menurun. (MIM-MDO)

                        





