
MALUKU INDOMEDIA.COM, Ambon– Pelantikan SOKSI di Hotel Manise, Ambon, yang seharusnya berlangsung khidmat, mendadak tercoreng oleh ulah Ingrid Ferdinandus. Hanya karena merasa tersinggung mendengar tawa IM dan rekan-rekannya, Inggrid melancarkan adu mulut hingga membuat IM menitikkan air mata.
Yang lebih mengejutkan, bukannya Ingrid yang bertanggung jawab, justru RBS—selaku Ketua SOKSI—yang mendatangi rumah IM untuk menyampaikan permohonan maaf. Sebuah langkah yang menimbulkan tanda tanya besar: mengapa pelaku bisa diam, sementara ketua harus menanggung beban moral?
Secara etik organisasi, memang ketua adalah simbol marwah lembaga dan wajib menjaga harmoni internal. Namun dalam kasus ini, tanggung jawab personal justru dialihkan ke pundak RBS. Publik pun melihatnya sebagai ketidakadilan: Inggrit bebas dari konsekuensi, sedangkan ketua harus menundukkan kepala demi menutupi ulah anggotanya.
Lebih jauh, manuver ini memperlihatkan rapuhnya budaya politik dalam organisasi. Ketika kesalahan individu disamarkan dengan “tanggung jawab institusional”, maka yang tercoreng bukan hanya nama seseorang, melainkan kredibilitas SOKSI secara keseluruhan. Apa gunanya ketua bersikap ksatria bila anggota yang berbuat salah bisa berlindung di balik struktur organisasi?
Kisruh ini memberi pesan jelas: ada yang salah dalam tata kelola etika. publik kini menunggu jawaban—bukan dari RBS yang sudah menanggung beban, melainkan dari Inggrid yang masih bungkam di balik kontroversi yang ia ciptakan sendiri.
Ketua SOKSI Maluku Rohalim Boy Sangadji (RBS), dan Inggrid Ferdinandus saat dikonfirmasi terkait persoalan ini tidak ada jawaban.(MIM-MDO)