
MALUKUINDOMEDIA.COM, SBB- Konflik agraria antara warga dengan pihak PT. Spice Island Maluku (PT. SIM) di wilayah Mumul, Pohon Batu, Waitoso, dan Kawa terus berlangsung tanpa penyelesaian yang jelas. Tokoh masyarakat Dusun Pelita Jaya, La Maarup Tomia, menyoroti perlunya tindakan nyata dan normatif dari Pemerintah Daerah dan DPRD Seram Bagian Barat (SBB) untuk menyelesaikan konflik yang telah berlangsung selama lebih dari empat tahun itu.
“La masyarakat bertahan karena mereka punya dasar atas klaim tanah itu. Kalau tidak, konflik ini tentu sudah lama selesai,” ujar La Maarup, Rabu (10/7). Menurutnya, keberadaan dasar hukum atas tanah-tanah tersebut menjadi alasan utama warga tetap mempertahankan haknya.
La Maarup menegaskan bahwa Pemerintah Daerah harus mengambil langkah-langkah normatif melalui dinas terkait, dan DPRD harus melakukan fungsi pengawasan secara maksimal. “Yang bisa menyatakan legal atau tidaknya operasi perusahaan itu adalah Pemda melalui Dinas Penanaman Modal dan PTSP serta Bagian Hukum, bukan lembaga lain,” katanya.
Ia juga meminta transparansi dan klarifikasi dari DPM-PTSP Kabupaten SBB terkait legalitas operasi PT. SIM di kawasan yang saat ini menjadi pusat konflik agraria.
Lebih jauh, La Maarup menyoroti kinerja Tim Penyelesaian Konflik Agraria yang dibentuk sejak masa Pj. Bupati Jais Eli. Menurutnya, tim tersebut seharusnya mampu mengidentifikasi akar permasalahan dan menentukan pihak yang paling bertanggung jawab, termasuk soal siapa yang berhak atas wilayah-wilayah yang disengketakan.
“Mungkin saja tim ini tidak profesional. Akhirnya yang selalu disalahkan masyarakat. Masyarakat dijadikan kambing hitam,” tegasnya.
Ia berharap semua pihak bisa bertindak adil dan profesional agar konflik ini tidak terus menimbulkan kerugian sosial, ekonomi, dan keamanan di tengah masyarakat. (MIM-2)