
MALUKU INDOMEDIA.COM, SERAM BAGIAN BARAT— Penutupan total Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di kawasan Pelabuhan Waipirit, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), memicu gelombang keluhan dari masyarakat. Pasalnya, SPBU tersebut menjadi sumber utama pasokan bahan bakar untuk transportasi laut, darat, dan aktivitas ekonomi masyarakat di wilayah pintu gerbang barat Pulau Seram itu.
Tokoh masyarakat sekaligus pemerhati pelayanan publik, Ketwil Ismail M. Lussy, menegaskan bahwa keberadaan SPBU Waipirit memiliki nilai strategis karena mendukung arus logistik dan mobilitas warga lintas kabupaten. “Ketika SPBU ini berhenti beroperasi, efeknya langsung dirasakan. Sopir angkutan, nelayan, dan pelaku usaha kecil terpaksa membeli BBM eceran dengan harga tinggi. Ini tentu menekan ekonomi rakyat kecil,” ujarnya.
Ismail menilai kondisi ini menggambarkan lemahnya sistem antisipasi dan pengawasan pemerintah daerah terhadap pelayanan publik vital seperti ketersediaan energi. Ia mendesak Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat untuk segera turun tangan dan melakukan koordinasi dengan pihak Pertamina guna memastikan penyebab pasti penutupan tersebut—apakah karena faktor administratif, distribusi, atau kendala teknis.
“Pemerintah daerah tidak bisa tinggal diam. Harus ada langkah cepat memastikan SPBU kembali beroperasi. Kalau perlu, siapkan penyaluran BBM alternatif sementara agar aktivitas masyarakat dan ekonomi lokal tidak lumpuh,” tegasnya, Sabtu (25/10/2025).
Sebagai solusi jangka menengah, Ismail juga mendorong pemerintah untuk menginisiasi pembangunan depot BBM mini atau SPBU modular di titik-titik strategis lain. Menurutnya, ketergantungan pada satu lokasi pelayanan adalah kesalahan struktural yang harus segera diperbaiki.
Sementara itu, ia menilai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten SBB memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional untuk menjalankan fungsi pengawasan dan legislasi secara tegas. “DPRD mesti memanggil semua pihak terkait, termasuk pengelola SPBU dan dinas teknis, agar ada kejelasan. Jangan sampai ada kelalaian dalam pelayanan publik,” ujarnya.
Lebih jauh, DPRD juga diharapkan mendorong kebijakan daerah yang memperkuat sistem distribusi energi di wilayah pelabuhan dan jalur transportasi utama, sehingga peristiwa serupa tidak kembali terjadi.
“Persoalan ini bukan sekadar soal SPBU tutup. Ini soal kepercayaan publik terhadap pemerintah. Ketika layanan dasar seperti energi terganggu, maka kredibilitas penyelenggara negara ikut dipertaruhkan,” tandas Ismail.
Ia menegaskan bahwa sinergi antara Pemerintah Daerah dan DPRD SBB menjadi kunci utama penyelesaian. Pemerintah harus bergerak cepat dengan solusi teknis dan administratif, sementara DPRD memperkuat fungsi pengawasan agar masyarakat kembali percaya pada kinerja lembaga publik.
“Pelayanan publik yang tanggap dan berkeadilan adalah fondasi kesejahteraan rakyat. Pemerintah jangan tunggu gaduh dulu baru bertindak,” pungkasnya tajam. (MIM-CN)

                        




