
AMBON, MAUKUINDOMEDIA.COM— Dewan Pimpinan Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPD KNPI) dan elemen mahasiswa dari berbagai kampus menyatakan penolakan keras terhadap aktivitas pertambangan PT Batu Licin Mineral di wilayah Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara, yang berlangsung di Bundaran Patung Leimena, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, Sabtu (14/6/2025) malam.
Wakil ketua DPD KNPI Maluku Fadel Rumakat mendesak Gubernur Maluku dan Kementerian ESDM untuk segera menghentikan seluruh aktivitas tambang PT Batu Licin di Kei Besar serta mencabut izin operasi yang dikantongi perusahaan tersebut.
Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers gabungan sebagai bentuk solidaritas terhadap masyarakat Kei Besar yang menolak kehadiran tambang yang dianggap merusak tatanan ekologis, sosial, dan budaya masyarakat adat Kei.
“PT Batu Licin telah menunjukkan indikasi kerusakan lingkungan yang signifikan. Berdasarkan pemantauan dan laporan warga setempat,” ujar Fadel.
Selain itu, Pembukaan hutan lindung di beberapa titik di wilayah Ohoidertutu dan sekitarnya telah menyebabkan degradasi kawasan resapan air dan hilangnya habitat flora-fauna endemik Kei, Sungai-sungai kecil seperti Waer Kakaar dan Waer Mangur mulai tercemar lumpur akibat aktivitas pembukaan jalan tambang dan alat berat.
Sementara itu, perwakilan mahasiswa menyebutkan, terumbu karang dan biota laut di pesisir utara Kei Besar terancam rusak akibat potensi sedimentasi dan tumpahan material tambang yang terbawa ke laut. Pencemaran udara dan suara telah mulai dirasakan warga sekitar sejak alat berat mulai beroperasi dalam tahap pra-produksi,”.
“Ini baru tahap awal, tapi kerusakan yang ditimbulkan sudah terasa. Bayangkan jika tambang ini terus dibiarkan, maka dalam lima tahun ke depan, Kei Besar akan menjadi zona bencana ekologis,” ujarnya.
Gabungan elemen pemuda, mahasiswa, dan perwakilan adat berencana melakukan aksi damai besar-besaran di Kota Ambon dan Tual, sekaligus mengirimkan petisi nasional untuk mendesak penghentian tambang dan perlindungan wilayah adat Kei Besar.
“Kami tidak anti-investasi, tapi kami anti perampasan ruang hidup dan penghancuran lingkungan. Kei bukan tanah mati yang bisa dikuras seenaknya. Kei adalah rumah adat kami, tanah leluhur kami, dan warisan anak cucu kami,” tegasnya. (MIM-1)